RN - Dugaan adanya mafia peradilan ternyata bukan kabar burung. Hal ini terkuak dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menemukan sejumlah bukti terkait kasus korupsi yang melibatkan hakim agung Sudrajad Dimyati.
Bukti tersebut didapatkan usai KPK menggeledah beberapa rumah tersangka dan gedung Mahkamah Agung, Jumat (23/9).
"Tim Penyidik telah selesai melakukan penggeledahan di beberapa tempat dan lokasi di wilayah Jabodetabek yaitu gedung MA RI dan rumah kediaman para Tersangka," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Sabtu (24/9).
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
Hasil penggeledahan itu ditemukan sejumlah dokumen penanganan perkara dan data-data elektronik. Nantinya, pihak penyidik akan melakukan analisis dan penyitaan negara untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka.
"Dari kegiatan ini, ditemukan dan diamankan antara lain berupa berbagai dokumen penanganan perkara dan data elektronik yang diduga erat berkaitan dengan perkara," tegasnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Sudrajad Dimyati dan sembilan orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penanganan perkara di MA.
Sembilan tersangka lainnya ialah Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu, PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, PNS MA Nurmanto Akmal dan Albasri, pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno, Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.
Delapan tersangka dari MA telah ditahan KPK selama 20 hari pertama hingga 12 Oktober 2022, sedangkan dua tersangka dari pihak swasta belum ditahan lantaran masih melarikan diri.
Atas perbuatannya, Sudrajad, Desy, Elly, Muhajir, Nurmanto, dan Albasri selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan Dwi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Ketua MPR Bambang Soesatyo mendukung KPK memberantas mafia peradilan. Dia juga mengapresiasi lembaga tersebut yang berhasil membongkar mafia peradilan di Mahkamah Agung terkait dugaan suap pengurusan perkara.
Menurut dia, di satu sisi kejadian kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA sangat memprihatinkan karena menunjukkan mafia peradilan masih terdapat di institusi tersebut bahkan sampai melibatkan langsung seorang hakim agung.
Politisi Golkar ini mendorong, agar peradilan yang dijalankan terhadap para terduga tersangka bisa tetap berjalan dengan mengedepankan asas profesionalitas. Menurut dia, siapapun yang bersalah di mata hukum, harus mendapat ganjaran yang setimpal.
"Penegakan hukum harus dilakukan dengan transparan, tidak boleh ada yang ditutupi. Jika nantinya terbukti bersalah, para tersangka harus mendapat ganjaran yang setimpal di hadapan hukum," ujarnya.
Menurut dia, berdasarkan indeks supremasi hukum yang dirilis "World Justice Project" 2020, Indonesia menduduki peringkat 59 dari 128 negara. Salah satu aspek yang diukur adalah penegakan hukum dan proses peradilan perdata maupun pidana.
"Merujuk hasil survei yang diterbitkan Indonesia Political Opinion pada Oktober 2020, angka ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mencapai 64 persen. Menunjukkan persoalan penegakan hukum di Indonesia masih menyisakan berbagai persoalan," katanya.
Dia mengatakan, kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA, semakin mencoreng "wajah" penegakan hukum di Indonesia. Karena itu, menurut dia, pemerintah dan aparat penegak hukum punya "pekerjaan rumah" yang berat untuk meningkatkan kepercayaan rakyat dengan tindakan nyata.