RN - Gubernur Papua Lukas Enembe enggan datang ke Gedung KPK, Kuningan, Jaksel. Beralasan sakit, Lukas masih tetap menetap di Papua.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyiagkan 1.800 personel untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe.
"Terkait kasus Lukas Enembe. Kami sudah menyiapkan 1.800 personel di Papua. Dan kami siap untuk memback-up apabila dibutuhkan KPK," kata Sigit dalam jumpa pers, di Gedung Rupatama, Jakarta Selatan, Jumat (30/9/2022).
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
Sigit menekankan, hal itu merupakan bentuk dukungan dari komitmne Polri yang terus mendukung program pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Jadi tentunya kami mendukung penuh pemberantasan korupsi," ujar Sigit.
Sekadar informasi, KPK telah menetapkan Gubernur Papua, Lukas Enembe sebagai tersangka. Berdasarkan informasi yang dihimpun, politikus Partai Demokrat tersebut diduga terjerat sejumlah dugaan kasus korupsi.
Di antaranya, terkait penerimaan suap dan gratifikasi proyek di daerah Papua. Sayangnya, KPK belum membeberkan secara detail konstruksi perkara yang menjerat Lukas Enembe.
Hukum Apa Politik
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bikin kejutan. Putra SBY ini mengungkapkan ada intervensi negara yang pernah dilakukan terhadap kadernya Lukas Enembe yang juga merupakan Gubernur Papua pada masa lalu.
Namun AHY masih mencermati apakah kasus yang menimpa Gubernur Papua Lukas Enembe murni kasus hukum atau ada muatan politis setelah pihaknya berkomunikasi dengan yang bersangkutan pada 28 September 2022 malam.
"Dan setelah mendengarkan penjelasan beliau itu, serta membaca pengalaman empirik pada lima tahun terakhir ini; Kami melakukan penelaahan secara cermat, apakah dugaan kasus Pak Lukas ini murni soal hukum, atau ada pula muatan politiknya," ujar AHY di Kantor DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).
AHY lantas menjelaskan mengapa ia bersikap seperti itu, karena Partai Demokrat memiliki pengalaman intervensi negara yang berkaitan dengan Lukas Enembe.
"Pada tahun 2017, Demokrat pernah memberikan pembelaan kepada Pak Lukas, ketika ada intervensi dari elemen negara, untuk memaksakan salah seorang bakal calon Wakil Gubernur, sebagai Wakil-nya Pak Lukas dalam Pilkada tahun 2018," ungkapnya.
Padahal terkait penentuan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Papua sepenuhnya dalam Pilkada Papua tentu merupakan kewenangan Partai Demokrat, apalagi waktu itu Partai Demokrat bisa mengusung sendiri calon-calonnya.
"Ketika itu, Pak Lukas diancam untuk dikasuskan secara hukum, apabila permintaan pihak elemen negara tersebut, tidak dipenuhi. Alhamdulillah, atas kerja keras Partai Demokrat, intervensi yang tidak semestinya itu tidak terjadi," terangnya.
Kemudian, pada tahun 2021, ketika Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal meninggal dunia, AHY mengungkapkan ada upaya kembali untuk memaksakan calon wakil gubernur yang dikehendaki oleh pihak yang tidak berwenang