RN - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI resmi melarang peredaran seluruh produk obat sirup anak maupun dewasa yang mengandung dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).
Pasalnya, dua kandungan itu diduga menjadi pemicu puluhan kasus gangguan ginjal akut misterius di Gambia, Afrika Barat yang menewaskan 70 anak.
"Namun demikian EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan, BPOM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional," demikian keterangan tertulis BPOM RI, Rabu (19/10/2022).
BERITA TERKAIT :Jahe Obat Alami Tradisional Yang Maknyus, Hadang Diabetes Hingga Kolestrol
Dampak Salah Pilih Babysitter, Yang Jadi Korban Anak
Karenanya, BPOM meminta seluruh industri farmasi secara intensif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan dari penggunaan obat. Hal ini dimaksud untuk mencegah risiko atau dampak dari kejadian tak diinginkan secara luas.
BPOM RI juga sudah melakukan uji sampling secara bertahap pada obat sirup yang berisiko tercemar EG dan DEG. Hasilnya masih memerlukan analisis atau kajian lebih lanjut.
"Pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi," katanya.
Jika ditemukan produk obat dengan cemaran EG dan DEG melampaui ambang batas aman, BPOM RI bakal segera memberikan sanksi keras.
"Akan segera diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar dan/atau pencabutan Izin Edar," pungkas BPOM.
Terakhir, industri farmasi yang memiliki obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, diminta untuk melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha. Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan atau bahan baku jika diperlukan.
Namun jika diperlukan mengonsumsi parasetamol sirup, BPOM mengimbau agar masyarakat membaca dengan seksama peringatan dalam kemasan obat.
"Masyarakat dapat menggunakan obat secara sesuai dan tidak melebihi aturan pakai, membaca dengan seksama peringatan dalam kemasan, menghindari penggunaan sisa obat sirup yang sudah terbuka dan disimpan lama," tulis BPOM.
Selain itu, BPOM juga meminta konsumen melakukan konsultasi kepada dokter, apoteker atau tenaga kesehatan lainnya apabila gejala tidak berkurang setelah tiga hari penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas pada upaya pengobatan sendiri.
Konsumen juga perlu melaporkan secara lengkap obat yang digunakan kepada tenaga kesehatan, serta melaporkan efek samping obat kepada tenaga kesehatan terdekat atau melalui aplikasi layanan BPOM Mobile dan e-MESO Mobile.
BPOM juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan menggunakan produk obat yang terdaftar di BPOM yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kefarmasian atau sumber resmi serta selalu ingat Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat.
Kementerian Kesehatan telah menyatakan penyebab terjadinya gagal ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) belum diketahui dan masih memerlukan investigasi lebih lanjut bersama BPOM, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan pihak terkait lainnya.
BPOM sebelumnya telah menyampaikan penjelasan mengenai sirup obat untuk anak yang terkontaminasi DEG dan EG di Gambia, Afrika.
BPOM menegaskan bahwa obat sirup untuk anak yang disebutkan dalam informasi dari WHO, terdiri atas Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup, produksi Maiden Pharmaceuticals Limited, India.
Keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar dan tidak beredar di Indonesia dan hingga saat ini, produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India, tidak ada yang terdaftar di BPOM.