Kamis,  31 October 2024

Skincare Disita, BPOM Minta Masyarakat Tidak Tergiur Promosi Sesat

BCR
Skincare Disita, BPOM Minta Masyarakat Tidak Tergiur Promosi Sesat
-Net

RN - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyita 2.475 buah skincare beretiket biru yang tidak sesuai dengan ketentuan, beberapa waktu lalu. Salah satu diantaranya adalah skincare yang mengandung DNA Salmon. 

Parahnya meski sudah dinyatakan beretiket biru, produk tersebut masih dijual bebas di online shop.  Padahal, produk tersebut tak terdaftar di BPOM dan pemakaiannya harus melalui pengawasan dokter spesialis khusus.

Berdasarkan keterangan tertulisnya, BPOM mengimbau kepada masyarakat agar lebih teliti dan tidak mudah percaya pada promosi yang tidak benar, berlebihan, menyesatkan, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

BERITA TERKAIT :
Wang Tong Dan Tongkat Arab Bahaya, Obat Herbal Rawan Ginjal
Kosmetik Ilegal Cina & Thailand Marak, Ngarep Muka Glowing Malah Brutus?

"Termasuk promosi dan penjualan kosmetik yang tidak memenuhi ketentuan, baik di media penjualan online maupun offline," kata Noorman Effendi, Kepala Biro Kerja Sama dan Humas dalam keterangan resminya di Jakarta, 27 Juni 2024.

Selain itu, masyarakat juga diminta selalu menerapkan Cek KLIK sebelum memilih atau membeli produk kosmetik/skincare, yaitu cek Kemasan, cek Label, cek Izin edar, dan cek Kedaluwarsa. 

"Kaidah Cek KLIK menjadi salah satu kunci dan benteng utama pertahanan konsumen agar terhindar dari produk yang berisiko bagi kesehatan. Dengan menerapkan Cek KLIK, konsumen mempunyai kendali penuh untuk memperhatikan produk dengan seksama sebelum membeli dan menggunakannya," lanjut Noorman.

Karena menurut BPOM, etiket biru adalah istilah yang digunakan untuk sediaan farmasi yang dibuat untuk digunakan pada bagian luar tubuh (obat luar)yang mengandung bahan obat (keras) dan diberikan dengan resep/pengawasan dokter sebagai produk racikan.

Lebih lanjut, skincare beretiket biru merupakan produk yang bersifat personal, khusus disiapkan untuk pasien yang telah berkonsultasi dengan dokter yang menuliskan resep berdasarkan diagnosis.

"Jadi, seharusnya skincare tersebut hanya bisa diperoleh dengan resep dokter. Skincare beretiket biru juga memiliki jangka waktu kestabilan yang pendek sehingga tidak untuk dipergunakan dan/atau disimpan dalam jangka waktu lama," kata dia.

BPOM menyebut jika skincare beretiket biru pun seharusnya berupa produk racikan yang jumlahnya terbatas, bukan untuk diproduksi massal, hanya digunakan sesuai kebutuhan, dan tidak dijual online.

"Penggunaan bahan obat keras pada kosmetik tanpa resep atau pengawasan dokter seperti ini tentunya berisiko terhadap kesehatan," lanjut Noorman Effendi.

Sementara itu, skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan yaitu produk perawatan kulit yang mengandung bahan obat (keras) yang diberikan tanpa resep/pengawasan dokter atau  dibuat sebagai produk racikan secara massal dan dijual melalui online.

Senada, Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dr Edwin Tanihaha Sp.KK menyebut agar masyarakat pengguna skincare sebaiknya bisa lebih teliti dalam memilih produk yang dijual bebas apakah teregistrasi BPOM atau tidak.

"Itu dilihat nomor seri BPOM-nya, kemudian bila itu produk dokter bisa ditanyakan manfaat serta ingredients secara umumnya apa supaya kita bisa mengerti produk yang akan kita pakai," kata dia.

Namun, menurutnya jika produk yang dibeli secara online tidak ada no seri BPOM atau barcode BPOM, sebaiknya tidak pakai. “Karena resiko lebih besar dibanding keuntungannya," kata Edwin.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa biasanya, injeksi DNA Salmon bisa dikerjakan oleh dokter spesialis kulit estetik atau dokter estetik yang sudah memahami manfaat produk dan sudah terlatih dalam penyuntikan produk.