RN - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menelusuri batalnya proses autopsi terhadap korban meninggal dalam tragedi Kanjuruhan.
Tim pimpinan Menkopolhukam Mahfud Md itu ingin memastikan tidak ada intimidasi dari pihak kepolisian terhadap keluarga korban.
“Bukan intervensi, mungkin pada saat pembuatan konsep draf pembatalan, keluarga tidak paham, sehingga ada anggota yang menuntun. Karena pembatalan itu juga hak keluarga," kata perwakilan TGIPF, Armed Wijaya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
BERITA TERKAIT :Liga Inggris Pakai Teknologi Pendeteksi Offside
Presenter Sepakbola Laura Woods Pamer Tato Anyar
Armed menjelaskan, TGIPF telah mendatangi Devi Athok, ayah kandung korban meninggal tragedi Kanjuruhan, Natasya (18) dan Nayla (13) di Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang pada Rabu (19/10/2022) kemarin.
Kedatangan TGIPF difasilitasi langsung oleh Imam Hidayat selaku kuasa hukum Devi Athok. Dalam pertemuan itu, tim menanyakan penyebab jadwal autopsi yang sudah direncanakan mendadak urung.
"Kami tanyakan langsung kepada keluarga korban terkait rencana autopsi. Karena keluarga korban sebelumnya sudah berjalan lancar, tahu-tahu ada pembatalan oleh keluarga. Isunya pembatalan ada intimidasi oleh anggota kepolisian," ucap Armed.
Namun, isu intimidasi itu dibantah pihak keluarga. "Kami menggali info, ternyata info intervensi anggota itu tidak benar," ujarnya.
Menurut penjelasan Devi Anthok, imbuh Armed, pembatalan datang dari pihak keluarga korban, terutama ibu korban yang tidak tega bila jenazah anaknya diautopsi.
“Tidak benar informasi (intimidasi) itu, kami sudah tanyakan langsung kepada keluarga korban. Seperti yang saya katakan tadi pembatalan datang dari pihak keluarga korban, terutama ibu yang bersangkutan, tidak tega bila autopsi dilakukan,” kata Armed.
Armed menambahkan, untuk kepastian proses autopsi dilanjutkan tergantung keluarga korban.