RN - Tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) riset sebaiknya dikembalikan ke instansi (Kementerian/Lembaga) asal.
Dengan begitu, kegiatan riset bisa lebih fokus dan sesuai dengan kebutuhan.
Hal itu disampaikan anggota Komisi VII DPR Mulyanto pascamundurnya ribuan enumerator atau petugas lapangan pengumpul data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam program Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2023 baru-baru ini.
BERITA TERKAIT :Belajar Dari Kasus Peneliti BRIN APH Yang Ancam Warga Muhammadiyah
'halalkan darah semua Muhammadiyah', Polisi Masih Kumpulkan Alat Bukti Peneliti BRIN
Mulyanto menegaskan mundurnya ribuan enumerator itu menandakan penggabungan lembaga riset tidaklah semudah yang dibayangkan. Sehingga, pemerintah harus mengevaluasi keberadaan BRIN itu sendiri.
“Khusus survei demografi dan kesehatan, kalau BRIN tidak mampu lebih bagus diserahkan kepada BPS (Badan Pusat Statistik) atau Kementerian Kesehatan," ujar Mulyanto dalam keterangan pers, dikutip kemarin.
Sejak peleburan LPNK dan badan litbang teknis kementerian, ia melihat kemunduran supporting system riset-inovasi, baik dari sisi manajemen aset, manajemen SDM, manajemen administrasi, dan lainnya.
"Tak heran kalau muncul temuan BPK dan terjadi penurunan opini,” ujar Mulyanto.
Mulyanto menambahkan, survei demografi dan kesehatan BRIN tumpang tindih dengan program yang ada di BPS. Dengan begitu, tujuan pembentukan BRIN agar kegiatan kegiatan riset menjadi lebih terpadu tidak tercapai. Karena faktanya justru terjadi tumpang tindih objek riset BRIN dengan BPS.
“Kalau terus terjadi masalah seperti ini sebaiknya BRIN dibubarkan saja. Fungsi riset dikembalikan ke masing-masing kementerian dan lembaga seperti semula. Rasanya model pendelegasian riset seperti itu bisa lebih efisien dan efektif,” tegas Mulyanto.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu meminta BRIN segera mencari solusi atas mundurnya ribuan enumerator SDKI. Ia juga minta BRIN terbuka kepada para mitra terkait anggaran pelaksanaan survei nasional ini.
"Bila memang anggarannya tidak terlalu besar, sebaiknya disampaikan di awal sebelum program tersebut diluncurkan. Sehingga siapapun yang berpartisipasi dalam program ini dapat bekerja dengan maksimal. Tidak dibayangi dengan kekhawatiran adanya manipulasi hak dan kewajiban,” tandas Mulyanto.
Sebelumnya dikabarkan ribuan enumerator atau petugas lapangan pengumpul data BRIN dalam program SDKI 2022 melakukan mundur massal terkait dengan pemotongan honor.
Menurut informasi yang beredar, honor dan uang harian yang mereka terima sangat tidak layak. Banyak pemangkasan yang membuat honor mereka menjadi sangat kecil.
Bersamaan dengan mundurnya ribuan enumerator ini, BRIN kemudian membuka kembali lowongan untuk tenaga lapangan. Dari lowongan tujuh survei nasional yang dibuka, BRIN juga mencari untuk enumerator Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2023.