Jumat,  29 March 2024

Ternyata Laporan Keuangan Formula E Memang Tidak Transparan!

RN/CR
Ternyata Laporan Keuangan Formula E Memang Tidak Transparan!
-Net

RN - Laporan keuangan Formula E terbukti tidak transparan. Buktinya, DPRD DKI Jakarta sampai sekarang (awal November 2022) tidak tahu menahu. Padahal sudah 4 bulan lebih sejak mobil balap listrik itu melewati garis finish.

Begitu dikatakan, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta, Andre Vincent Wenas, hari ini.

Menurut Andre, ketidaktahuan wakil rakyat di Kebon Sirih atas laporan keuangan Formula E bisa dilihat jelas saat DPRD DKI menggelar rapat sejak awal bulan November ini, dimana wakil rakyat masih saja mempertanyakan laporan pertanggungjawaban Formula E yang – sekali lagi – sudah selesai dilenggarakan lebih dari 4 bulan yang lalu.

BERITA TERKAIT :
Pilkada 2024 Dimajukan September Muncull Lagi, Jakarta Bakal Jadi Rebutan
Aglomerasi Jabodetabek Mencut, Tes Ombak Untuk Menteri Urus Kota Dekat Jakarta Nih...

“Itu khan artinya wakil rakyat kita tidak tahu menahu soal laporan pertanggungjawaban event yang sudah menghabiskan uang rakyat ratusan miliar bahkan setriliun lebih itu,” kata Andre Vincent Wenas.

Andre juga mengatakan, laporan keuangan Formula E juga sangat membingungkan. Sebab, publik hanya disodorkan keterangan sepotong-sepotong dari Direktur Bisnis Jakpro Gunung Kartiko di rapat DPRD pada 2 November 2022 via media bahwa pendapatan usaha diperoleh Rp 137,34 miliar, beban pokok pendapatan Rp 129,5 miliar. 

Lalu beban administrasi umum Rp 1,89 miliar, pendapatan lain-lain Rp 2,1 miliar, dan beban pajak final Rp 1,56 miliar. Sehingga masih ada positif (untung) sebesar kurang lebih Rp 6,4 miliar.

“Tapi, katanya masih ada utang ke Ancol Rp 20 miliar, yang kemudian dikoreksi jadi Rp 4,9 miliar. Lalu Gunung Kartiko bilang bahwa utang ke Ancol itu bakal dibayar dengan kerjaan dari Jakpro untuk perbaikan trek, stasiun trem, nursery dan bikinin kandang kucing bagi Ancol. Hmm… Meooong!,” cetus Andre.

“Lalu juga diklaim (digembar-gemborkan) bahwa perhelatan itu mampu memberi dampak eknomis 0,1% atau sekitar Rp 2,6 triliun. Padahal sejauh ini yang kita ketahui adalah bahwa perihal dampak ekonomi itu hanyalah perkiraan awal dari studi kelayakan pada tahun 2019/2020 saat permulaan event ini diusulkan. Jadi itu semacam isi proposal untuk menjustifikasi usulan kegiatan balapan mobil listrik waktu itu. Lha sekarang nyatanya bagaimana? Gelap!,” tukas Wenas.

Wenas lantas menjelaskan penyebab gelapnya laporan keuangan Formula E.  Menurutnya, hal itu dikarenakan lantaran perkiraan dampak ekonomi yang seperti itu apakah menjadi kenyataan atau tidak tentu mesti dilakukan studi post-factum yang cukup komprehensif.

“Gegara banyak faktor yang mesti dipertimbangkan. Dan studi dampak ekonomi pasca perhelatan itu tidak ada. Ya, tidak ada! Makanya gelap. 

Alasan Jakpro memberi keterangan yang sama sekali tidak menerangkan itu adalah karena laporan keuangan perhelatan itu belum selesai diaudit oleh BPK”.

“Hmm.. tapi khan ada laporan internal Jakpro sendiri, apakah laporan internal Jakpro itu sama juga tidak jelasnya?

Sehingga yang tersisa, seperti yang sudah-sudah, hanyalah kebingungan rakyat, dimana kebingungan itu pun terwakili oleh kebingungan wakil rakyat (DPRD) yang pada rapat Rabu 9 November 2022 kemarin dimana fraksi PSI bertanya kepada Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono (lantaran kepada pejabat terdahulu tak pernah ada jawaban),”

Sementara itu, Anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi PSI, Idris Ahmad mengatakan, hingga saat ini Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta masih terus berjuang meminta kejelasan terkait pertanggungjawaban pelaksanaan Formula E.

“Walaupun memang kami paham ini bukan pada masa tanggung jawab Pj Gubernur. Tapi mengingat masih ada 2 tahun pelaksanaan yang harus dilaksanakan oleh Jakarta dan sudah ada uang Rp 560 miliar yang dibayarkan sebagai komitmen ini,” ujar Idris.

Kembali ke Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta, Andre Vincent Wenas.

“Nah itu, apakah laporan sementara yang disampaikan Jakpro tadi juga menyertakan soal commitment-fee yang Rp 560 miliar itu? apakah biaya itu diamortisasi? Atau bisakah dikembalikan saja?  Sementara ini, kita hanya bisa bertanya kepada rumput yang bergoyang… itu pun di malam hari yang gelap gulita,” pungkasnya.