RN - KPK jangan berhenti menyidik kasus korupsi tunjangan kinerja (Tukin) aparat sipil negara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM.
Terlebih dikabarkan, KPK sudah menetapkan beberapa orang jadi tersangka dan ada kerugian negara puluhan miliar.
Begitu dikatakan Direktur Eksekutif CERI (Center of Energy and Resources Indonesia), Yusri Usman, menilai dari nilai kerugian yang diucapkan oleh Kabag pemberitaan KPK, Fikri Ali dihadapan awak media pada hari Senin (27/3/2023) benar adanya.
BERITA TERKAIT :Polri Mulai Galak Babat Korupsi, Korek Proyek PJUTS Kementerian ESDM Rp 108 Miliar
ASN DKI Banyak Yang Bolos, Tukinnya Bakal Kena Stop
“Kami malah berpendapat kasus ini receh untuk KPK dari ukuran operasi tambang yang dikelola oleh Ditjen Minerba,” ujar Yusri.
Yang menarik, imbuhnya, adanya informasi bahwa sebagian hasil korupsi tukin ini telah digunakan untuk kepentingan oknum pemeriksa BPK RI, selain digunakan untuk diri sendiri oleh pelakunya.
“KPK harus usut serius keterlibatan oknum BPK lainya, ini pentlng, jika aparat pemeriksa ikut bermain juga, maka sudah hancur negara kita ini,” cetus Yusri.
Dijelaskannya, sejak 2012 hingga setidaknya tahun 2017 sudah dibentuk Kordinasi dan Supervisi (Korsup) Minerba antara KPK dengan Kementerian ESDM, artinya KPK sangat paham anatomi tata kelola di Ditjen Minerba, termasuk sangat memahami Direktorat yang basah dan setengah basah hingga kering di Ditjen Mineba, termasuk mengetahui pos pos yang rawan terjadinya praktek kongkalikong yang berpotensi merugikan negara.
Lebih lanjut Yusri mengungkapkan, tujuan awalnya Korsup Minerba saat itu dibentuk, adalah untuk menertibkan adanya tumpang tindih lUP yang kala itu ada 10.827 IUP yang tercatat di Ditjen Minerba KESDM, akibat produk dari PP nomor 75 Tahun 2001 yang memberikan kewenangan pengelolaan sektor minerba kepada Pemda di tingkat Kabupaten Kota, dikenal produknya CnC ( Clear & Clean) dan tercantum di MODI (Mineral One Map Indonesia).
“Selain itu, jangan jangan korupsi tukin bisa terjadi akibat fungsi Inspektur Jenderal Kementerian ESDM yang tupoksinya mengawasinya dianggap impoten, lantaran tidak bisa mendeteksi korupsi tukin ini katanya sudah berlangsung dari tahun 2020 hingga saat ini,” katanya.
“Atau, jangan jangan kasus ini terungkap akibat adanya pertarungan elit elit diatas untuk menentukan sosok pengganti Ridwan Djamaludin sebagai Dirjen Minerba, lantaran dia pada 24 Maret 2023 sudah berumur 60 tahun dan harus pensiun”.
Oleh sebab itu, Yusri melanjutkan, KPK harus bisa dan mampu mengungkap kasus big fish disektor pertambangan ini setelah kasus Ferdi Sambo jadi terpidana, kala itu terkuak secara telanjang diberbagai media adanya aliran dana haram mafia tambang ke oknum penegak hukum yang bertindak sebagai backingnya, dari level Polsek hingga Mabes.
“Bahkan beredar flow chart ada geng Sumut dan geng Kalimantan, nama nama pemain koridor dan pejabatnya pengutipnya dan tokoh 303 yang bermain di tambang juga ditulis secara terang benderang, namun isue itu tampaknya sekarangbtelah terkubur bersamaan isu isu baru yang terus bermunculan, terkesan Kapolri pura pura tidak tau,” beber Yusri.
Jadi, tambah Yusri, harusnya KPK menjadikan kasus korupsi tukin sebagai pintu masuk untuk bisa mengungkap kasus lain yang big fish di Ditjen Minerba, dimulai dari dugaan kongkalikong antara pemilik tambang dengan oknum pejabat terkait di Ditjen Minerba yang bisa dijerat dengan pidana korupsi, yaitu dalam penentuan kuota produksi setiap perusahan didalam penerbitan RKAB (Rencana Kerja Anggaran Biaya) setiap tahunnya.
“Mengingat ada tambang yang tidak layak produksi lagi, tetapi anehnya diterbitkan persetujuan RKABnya, bisa jadi dokumen terbang inilah yang digunakan oleh penambang ilegal, lebih dikenal penambang koridor,” ungkapnya.
Infonya, jelas Yusri, dokumen terbang itu diperjual belikan oleh pemilik tambang dengan harga USD 10 permetrik ton bagi pemain koridor yang membutuhkannya agar bisa di ekspor batubaranya.
“Sudah menjadi rahasia umum, bagi pengusaha tambang besar maupun kecil yang tidak punya akses ke pejabat di Ditjen Minerba, jangan pernah bermimpi bisa mudah mendapat persetujuan RKAB, banyak kasus terjadi RKAB baru keluar menjelang akhir tahun,” tukas Yusri.
Yursi menguraikan, calo RKAB bertopeng konsultan tambang saat ini tumbuh pesat, lazimnya jadi kaki tangan pejabat yg berwenang menyetujui RKAB, biar cantik mainnya.
Beda halnya penambang yang punya hubungan khusus, pada awal bulan Januari sudah keluar persetujuan RKAB dan sangat mudah merevisi untuk penambahan kuota pertengahan tahun.
Sehingga, KPK juga harus menelisik adanya dugaan kongkalikong praktek lancung dalam perpanjangan PKP2B dan Kontrak Karya menjadi IUPK, harus bisa diungkap oleh KPK paska lahirnya UU Minerba nomor 3 tahun 2020, yang kami anggap penuh kontroversial.
Sebab, dari besar dan luasnya kewenangan yang dimiliki Ditjen Minerba KESDM dibidang operasi pertambangan, maka ada potensi puluhan triliun diduga bocor setiap tahunnya dari praktek kotor akibat tidak sesuainya data produksi yang tercatat di E-PNBP di Ditjen Minerba dengan realisasi yang tercatat di KSOP (Kesyahbandaran Sistem Operasi Pelabuhan) Kementrian Perhubungan dan data di Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Adanya praktek transfer pricing yang dilakukan penambang harus jadi obyek penyidikan, yaitu rekayasa penambangan dengan menurunkan kadar batubara maupun nikel untuk mengurangi jumlah setoran nilai kewajiban PNBP, tentu sangat merugikan negara.
“Menurut Plh Dirjen Minerba, Idrus Suhite kepada majalah Gatra pada awal Desember 2022, jika dikelola dengan benar maka PNBP bisa ditingkatkan menjadi 2 sampai 3 kali lipat, disaat itu Ditjen Minerba menyatakan untuk tahun 2022 setoran PNBP baru mencapai triliun Rp 158 triliun, akhir realisasinya menjadi Rp 183,35 triliun,” papar Yusri.
Luasnya kewenangan Ditjen Minerba, termasuk kewenangan didalam memberikan rekomendasi alokasi ekspor kepada setiap penambang infonya ada tartifnya, jika tidak rekomendasi Ditjen Minerba, maka Ditjen Perdangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan tidak akan menerbitkan izin ekspor.
Kewenangan itu, meliputi pembinaan dan pengawasan serta penertiban, dimulai sejak dari penerbitan dan peningkatan serta rekomendasi pencabutan status perizinan usaha tambang berlangsung.
Mengingat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPTAK mengungkapkan pada media (21/1/2023), bahwa ada lebih dari Rp 1 triliun dana hasil penambang ilegal yang mengalir ke partai politik diduga akan digunakan Pembiayaan Pemilu 2024, seharusnya data ini bisa digunakan KPK untuk membuka kotak pandora di Ditjen Minerba.
“Sekarang bola ada di KPK, publik hanya menunggu apa langkah selanjutnya dari pimpinan KPK, apakah cukup mengungkap kasus tukin saja disidik atau mau bergerak ke hulu untuk mengungkap big fish seperti harapan Dewas KPK, rakyat monitor,” pungkas Yusri Usman.