Minggu,  24 November 2024

Setres Ancam Warga Jakarta, Macet Makin Parah, DPRD Jangan Diem Bae 

RN/NS
Setres Ancam Warga Jakarta, Macet Makin Parah, DPRD Jangan Diem Bae 
Ilustrasi

RN - Macet di Jakarta makin parah. Alhasil saat ini banyak warga Jakarta yang dilanda virus setres. 

Data dari Aktivis Muda Jakarta (AMJ) menyebutkan, kemacetan di ibukota terjadi disemua lini. Dari hasil  pantauan AMJ, jumlah kemacetan pada pagi hari saat ini mencapai ratusan titik. 

"Pak Heru sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta harus berani menindak kinerja Dishub, saat ini jumlah titik macet makin parah," terang Ketua AMJ Dwi Yudha Saputro kepada wartawan, Kamis (13/4).

BERITA TERKAIT :
Mayjen TNI Ariyo Jadi Kasetpres, Karir Eks Pj Gubernur DKI (HBH) Tamat
Macet DKI Makin Parah, Begini Cara Ngeles Pj Gubernur Heru

Yudha juga merespon pernyataan Jokowi soal yang menyinggung tentang kemacetan yang sering terjadi di Jakarta dan beberapa kota lain. "Jangan sampai macet menjadi orang DKI setres dan mudah sakit. DPRD anehnya diem bae," sindirnya.

Dari hasil riset yang dilakukan AMJ kata Yudha, saat ini 10 persen warga Jakarta sudah kena virus setres. "Mereka jadi mudah marah, cepat lelah hingga mudah sakit," tukasnya.

Jika macet tidak segera diselesaikan maka bisa menjadi beban APBD. "Bukan cuma perantau atau warga luar DKI yang jadi beban tapi beban terberat Jakarta itu adalah macet," bebernya.

Diketahui, kerugian ekonomi akibat kemacetan di wilayah Jakarta sekitar Rp 51,4 triliun per tahun. Hitungan ini berdasarkan pemborosan bahan bakar minyak (BBM) dan waktu hilang akibat kemacetan.

"Hitungan ini dari pemborosan BBM. Belum lagi dampak mesin kendaraan dan warga yang sakit akibat setres kena macet," tambahnya.

Solusi pembatasan jam kerja menurut Yudha bukan menjadi solusi. Sebab, hal itu hanya memindahkan jam macet saja. "Jam macetnya jadi pindah aja. Tetap saja macet, harus ada pelebaran jalan yang masif di ibu kota," ucapnya.

Polda Metro Jaya sebelumnya mengungkapkan faktor penyebab kemacetan di Jakarta. Salah satunya peningkatan aktivitas masyarakat yang meningkat setelah Covid-19 dinyatakan endemi.

Dan kondisi ini telah menjadi hukum kausalitas sebab akibat. Ketika aktivitas masyarakat kembali normal tanpa ada pembatasan, akibatnya kondisi mobilitas pun secara otomatis akan meningkat.

Psikolog kesehatan David Moxon pernah melakukan identifikasi kondisi traffic stress syndrome sebagai bentuk kecemasan psikologis yang menyerang pengemudi saat terjebak macet dalam lalu lintas.

"Mengemudi menjadi lebih menegangkan, dan akibatnya pengendara menderita," kata juru bicara Direct Line, Emma Holyer, melansir Teesside Live.

Sebanyak 1 dari 5 pengemudi juga disebut mengalami peningkatan detak jantung dan sakit kepala. Sementara itu, 1 dari 10 pengemudi mengalami telapak tangan yang berkeringat.

Dalam kasus yang lebih parah, pengemudi melaporkan mual, pusing, dan kram perut.

Kehilangan konsentrasi dan bahaya berkendara akibat munculnya gejala-gejala ini diklaim telah mengakibatkan lebih dari dua juta kecelakaan bagi pengemudi dengan traffic stress syndrome selama atau setelah kemacetan lalu lintas.

Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memang sudah meminta Dishub untuk mencari solusi macet. Tapi hingga kini seperti jalan di tempat.

"Habis Lebaran saya akan kumpulkan pengamat transportasi, Dishub sama Polda untuk membahas ini," kata Heru kepada wartawan di Jakarta Timur, Senin (10/4/2023).

Lebih lanjut dia mengaku telah memiliki konsep dalam mengatasi kemacetan. Salah satunya dengan membagi jam kerja di wilayah DKI. "Kita sudah punya konsep, antara lain membagi jam kerja," imbuh dia.

Sebelumnya, Kadishub DKI Syafrin Liputo mengungkap hasil uji publik soal wacana pengaturan jam ngantor. Dia mengatakan pengaturan jam kerja karyawan diserahkan ke tiap perusahaan.

Titik Macet DKI 

- Jakarta Timur = 21 titik 
- Jakarta Utara = 8 titik 
- Jakarta Barat = 63 titik 
- Jakarta Pusat = 14 titik 
- Jakarta Selatan = 204 

Jumlah Kendaraan 

- 2018 = 22.498.322 unit
- 2019 = 23.863.396 unit
- 2020 = 24.266.996 unit
- 2021 = 25.263.077 unit
- 2022 = 26.370.535 unit