Jumat,  22 November 2024

Udara Tetap Jelek Dan Jalanan Macet, WFH DKI Kenapa Gak Mempan

RN/NS
Udara Tetap Jelek Dan Jalanan Macet, WFH DKI Kenapa Gak Mempan
Ilustrasi WFH ASN DKI.

RN - Kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) ternyata gak ngaruh. WFH 50 persen bagi ASN sudah diberlakukan oleh Pemprov DKI sejak Senin (21/8).

Tapi nyatanya udara Jakarta tetap beracun alias tidak sehat. Bahkan, ruas jalanan tetap macet. Diketahui, kebijakan WFH diklaim demi menangkal polusi udara di Ibu Kota. 

Di hari pertama WFH, kualitas udara di Jakarta masih berada di kategori 'tidak sehat'. 

BERITA TERKAIT :
Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan
Jakarta Masih Ibu Kota, IKN Masih Berantakan?

Berdasarkan aplikasi pemantau kualitas udara, Nafas Indonesia, yang diakses Senin (21/8/2023), beberapa daerah di Jakbar, Jaktim, Jakpus, Jakut dan Jaksel berada di zona merah dengan tingkat AQI 153 dan PM2.5 menyentuh 61.

Seperti diketahui, uji coba kebijakan work from home (WFH) 50 persen bagi ASN DKI demi menekan polusi udara di Jakarta. Uji coba ini dilakukan selama 2 bulan hingga 21 Oktober.

Sementara Sekretariat DPRD DKI Jakarta juga memberlakukan kebijakan penggunaan transportasi publik tiap hari Rabu bagi pegawai sebagai salah satu upaya dalam pengendalian pencemaran udara. 

Kebijakan itu sejalan dengan pemberlakuan work from home (WFH) sepanjang 21 Agustus-21 Oktober 2023 untuk menanggulangi polusi udara serta kemacetan. 

"Kami juga membuat surat edaran DPRD khusus ASN dan non ASN setiap hari Rabu agar menggunakan transportasi publik," kata Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD DKI Jakarta Augustinus, Senin (21/8/2023). 

Augustinus mengatakan, dengan pemberlakuan itu diharapkan para pegawai dapat beralih dari penggunaan transportasi pribadi ke angkutan transportasi massal. Dengan begitu, sektor transportasi yang diketahui menjadi kontributor terbesar penyumbang polusi bisa diminimalisasi. 

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menilai kebijakan tersebut sangat tidak adil bagi masyarakat Jakarta, pasalnya yang diberlakukan WFH hanya berlaku bagi ASN dan PJJ berlaku hanya bagi sekolah-sekolah sekitaran wilayah penyelenggaraan KTT ASEAN.

"Kebijakan tersebut sangat tebang pilih. Kenapa yang di berlakukan WFH hanya ASN dan PJJ hanya untuk sekolah di sekitar KTT ASEAN saja? Lalu bagaimana daerah-daerah lain yang masih diselimuti polusi buruk," sindir Kenneth. 

Hujan Buatan 

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan pemerintah akan menerapkan modifikasi cuaca berupa hujan buatan hingga uji emisi untuk mengatasi polusi udara.

"Terhadap situasi (polusi) seperti ini, kita lakukan hujan buatan di lokal sehingga udaranya jadi dibersihkan. Kita sudah minta hari ini atau besok itu sudah dilakukan, harus ada hujan buatan, agar sedikit membersihkan," kata Menteri LHK Siti Nurbaya di Jakarta, Senin (21/8).

Pihaknya akan terus mengevaluasi hasil dari modifikasi cuaca berupa hujan buatan tersebut  secara berkelanjutan.

"Nanti kita lihat lagi tanggal 28 Agustus, lalu tanggal 2 atau 4 September," ujar Menteri Siti Nurbaya.

Ia juga menyampaikan di KLHK kini telah disediakan tempat khusus untuk uji emisi, agar masyarakat bisa memeriksa tingkat emisi yang dihasilkan kendaraan masing-masing secara gratis.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengusulkan penerapan work from home (WFH) bagi beberapa perusahaan untuk mengurangi polusi udara di Jakarta.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan salah satu faktor terbesar penyebab kualitas udara di Jakarta memburuk adalah sumber emisi transportasi.

"Maka salah satu upaya kebijakan pemerintah untuk menekan laju mobilitas di wilayah Jakarta adalah penerapan WFH bagi beberapa perusahaan," kata Ardhasena dalam keterangan tertulis, Senin (21/8).

Ia menjelaskan dalam rangka percepatan pelaksanaan pengendalian kondisi kualitas udara di Jakarta, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan pendekatan multisektoral dengan memperketat pengendalian sumber pencemar udara, mendorong perubahan gaya hidup warga serta optimalisasi fungsi penghijauan.

Hal itu tertuang dalam Instruksi Gubernur Nomor 66 tahun 2019 yang ditetapkan Gubernur DKI Jakarta. Ada tujuh poin dalam instruksi itu.