RN - Ganjar Pranowo mulai berani berlawanan dengan pemerintah. Capres PDIP ini dipastikan akan menolak program food estate atau pembangunan lumbung pangan dengan skala besar.
Ganjar menilai bahwa setiap daerah di Indonesia sudah memiliki sistem pertanian yang terbukti sukses menghasilkan produk pangan sejak dahulu.
"Jadi kita tidak usah sama, asimetris saja tapi titiknya kita tau karena kita tidak perlu buat food estate yang gede-gede. Kalau mau kasih food estate kita cari tempat yang memungkinkan," kata Ganjar di Kantor DPD PDIP Bali, di Kota Denpasar, Kamis (2/11).
BERITA TERKAIT :Kurang 160 Ribu Dokter Spesialis, Prabowo Minta India Bantu Indonesia
Sudah Gak Corona Lagi, DPRD DKI Cari Tempat Rapat Yang Cihuy Bahas RAPBD 2025
"Maaf saja, karena kita tidak bisa merencanakan model yang begitu (food estate). Jadi best practice seperti pertanian di Bali, Jawa Timur, saya mengalami 10 tahun memimpin di Jawa Tengah, Jawa Barat, di Lampung, Sulawesi Selatan, ini yang bagus-bagus Sumatera Barat, kita lihat ini bagus praktiknya, tidak usah aneh-aneh, itu saja," ujarnya melanjutkan.
Ganjar mencontohkan pertanian di Bali yang memiliki sistem irigasi atau dikenal subak. Menurutnya, tak ada negara yang bisa menandingi sistem irigasi di Bali.
"Contoh Bali ini, tidak ada yang (bisa) melawan soal sistem irigasi tidak ada yang melawan di seluruh dunia. Oke, ini kearifannya, dipertahankan tapi kita belum bisa mempertahankan lahan pertanian pangan berkelanjutan," ujarnya.
Mantan gubernur Jawa Tengah itu mengaku sedang mengumpulkan para ahli untuk pertanian. Ganjar ingin mendorong anak-anak muda di desa mau mengembangkan pertanian.
Menurutnya, para pemuda ini tak perlu pergi untuk mencari kerja atau merantau ke kota.
"Jadi kita mesti hari ini serius mengurus politik pangan kita. Dimulai dari mana, dari satu data pertanian yang akurat. Llibatkanlah anak-anak muda dan semua tinggal diproses saja sebenarnya. Sehingga kalau kemudian datanya sudah bagus, maka problemnya bisa akan kita ketahui," ujarnya.
Sebelumnya, juru bicara Anies Baswedan, Surya Tjandra menilai pemerintah gagal mengeksekusi proyek food estate meski telah mengorbankan hutan yang harus dibabat demi membuka lahan.
"Semua dari hutan yang food estate-nya ini kan ambilnya dari hutan. Hutan dikeluarkan kemudian diratain dan bisa ditanam saat itu. Masalahnya kayunya ke mana? Karena tadinya kan ada kayu. Nah food estate-nya enggak jadi kayunya hilang juga," kata Surya dalam paparannya di diskusi CSIS Indonesia, Jakarta, Kamis (2/11).
Proyek food estate digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal periode kedua kepemimpinannya. Proyek senilai Rp1,5 triliun itu masuk salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 yang mengacu pada Perpres Nomor 108 Tahun 2022.
Di pucuk pimpinan, Jokowi secara resmi menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai koordinator dalam rencana pembangunan dan pengembangan kawasan food estate.
Jokowi menegaskan proses pembangunan food estate atau lumbung pangan di beberapa daerah di Indonesia tak semudah yang dibayangkan oleh banyak pihak.