RN - Parpol-parpol di DKI Jakarta sedang ngelawak. Bahkan, para politisi terkesan lagi ngelawak dengan cuap-cuap menolak Gubernur DKI dipilih oleh Presiden.
Sebab faktanya Rancangan Undang Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) tetap gol dan dibahas di DPR. Kabarnya, usulan pada Pasal 10 Bab IV RUU DKJ menyebutkan bahwa gubernur dipilih dan ditunjuk oleh presiden adalah usulan dari DPRD DKI Jakarta.
"Ular bedudak itu politisi Jakarta teriak tolak tapi di DPR dibahas juga RUU DKJ. Bahkan diusulkan oleh para politisi DKI," sindir Aktivis Muda Jakarta (AMJ) Dwi Yudha Saputra kepada wartawan, Kamis (7/12).
BERITA TERKAIT :Pramono Jangan Mau Dikibuli, Para Pemburu Jabatan Jago Klaim Dan Pasang Boneka
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?
Yudha menuding, dihapusnya pilkada dan gubernur dipilih dan diberhentikan oleh presiden sama saja membunuh demokrasi warga Jakarta. "Ngelawak aja itumah, pencitraan aja, karena politisi itu lagi pada nyaleg," ungkapnya.
Ular bedudak diartikan dengan istilah omongan di depan berbeda dengan fakta. Artinya, para politisi teriak menolak tapi faktannya diam-diam mendukung karena meloloskan RUU DKJ.
Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) DKI Jakarta tegas menolak aturan dalam Rancangan Undang Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Terutama, terkait jabatan gubernur Jakarta dipilih oleh presiden.
Ketua Umum DPD IMM DKI Jakarta, Ari Aprian Harahap, mengatakan penunjukan gubernur Jakarta oleh presiden merupakan sebuah kemunduran dan akan mematikan hak demokrasi warga Jakarta.
"Kami menilai penunjukan gubernur oleh presiden, akan membunuh hak masyarakat untuk memilih langsung pemimpinnya," kata Ari dalam keterangannya, Kamis (7/12).
Lebih lanjut, Ari berharap DPR RI sebagai inisiator dari RUU DKJ ini dapat benar-benar mendengarkan aspirasi dari masyarakat sebelum draf itu disahkan menjadi undang-undang.
"Ini memang masih dalam tahapan RUU, tapi tentunya kami sangat berharap DPR dapat mendengarkan masukan-masukan dari masyarakat terkait RUU DKJ ini," tuturnya.
Draf gubernur dipilih presiden merupakan hasil pembahasan dalam rapat pleno Baleg DPR penyusunan RUU Daerah Khusus Jakarta pada Senin (4/12).
Dalam draf itu, Jakarta nantinya ditetapkan menjadi pusat perekonomian nasional dan kawasan aglomerasi. Hal ini tertuang dalam Pasal 4.
Meski berubah dari Daerah Khusus Ibu Kota menjadi Daerah Khusus, Jakarta bakal tetap dipimpin oleh gubernur dan wakil gubernur.
Gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta akan ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul dari DPRD.
Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta HM Bahauddin sebelumnya juga kesal. Dia menyatakan tak setuju apabila jabatan gubernur dan wakil gubernur Jakarta dipilih langsung oleh Presiden RI.
Jika aturan itu dilakukan, maka Baha menilai akan ada kemunduran demokrasi di Indonesia. "Saya secara pribadi tidak setuju karena sebenarnya itu telah menunjukan kemunduran kita dalam berdemokrasi yang telah kita lakukan selama ini, meski ada tahapan melalui DPRD terlebih dahulu," kata Baha dikutip NU Online Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Ia menilai, pasal dalam RUU DKJ itu dapat menciptakan kekuasaan pusat yang berlebihan. Hal itu membuat prinsip dasar demokrasi tak lagi berfungsi, yakni pemberian kekuasaan kepada warga untuk menentukan pilihan mereka sendiri.