RN - Pepatah urusan lancar asal ada pelicin masih marak di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Yang sering kena palak adalah para perusahaan daerah atau BUMD.
DPRD meminta dana ke BUMD dengan menggunakan kode pasal. Kode pasal itu menandakan besaran duit yang harus diberikan BUMD kepada politisi Kebon Sirih.
Misalnya Pasal 21 jadi Rp 21 juta, Pasal 11 jadi Rp 11 juta dan Pasal 16 jadi Rp 16 juta. Pasal ini bisa naik dan tergantung kepentingannya. Pasal bisa bengkak ketika BUMD meminta PMD (Penyertaan Modal Daerah).
BERITA TERKAIT :Pengamat: Orang Lama Jangan Ikut Seleksi, DPRD Harus Audit Anggaran KPID Jakarta
KPID Jakarta Buka Pendaftaran, Orang Lama Masih Kebelet Maju?
"Pasal 21, 11 dan 16 itu kalau kasus biasa. Kalau PMD bisa Pasal 50 (Rp 50 juta). Duit itu untuk per anggota dan beda lagi untuk pimpinan komisi," ucap salah satu direksi BUMD yang namanya enggan disebutkan, Selasa (2/7).
Di DPRD biasanya komisi akan dihuni sekitar 20 anggota dewan. Komposisinya yakni ketua komisi, wakil ketua komisi dan sekretaris komisi. "Kode pasal ini bahaya lho dan KPK harus kembangkan aliran duit itu," tegas pengamat politik Tamil Selvan.
Tamil menyatakan, indeks korupsi di Jakarta masih dalam tingkat mengkhatirkan. Artinya, ada indikasi kalau penanganan korupsi di Jakarta gagal.
KPK sebelumnya membeberkan capaian kinerja selama semester pertama di tahun 2023. KPK mencatat laporan dugaan korupsi selama enam bulan terakhir paling banyak berada di wilayah DKI Jakarta.
"Laporan selama semester satu tahun 2023 ini ada 2.707 laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi di kementerian atau lembaga atau pemerintah daerah baik tingkat provinsi, kabupaten maupun kota di BUMN maupun BUMD," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi di gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (14/8/2023).
Johanis Tanak mengatakan laporan dugaan korupsi di wilayah Jakarta tercatat 359 laporan. Laporan itu paling banyak dibandingkan empat provinsi lainnya di enam bulan pertama tahun 2023.
"Di DKI Jakarta ada laporan yang diterima berjumlah 359 laporan. Kemudian di Jawa Barat ada jumlahnya 266 laporan, kemudian di Jatim 213 laporan dan di Sumut ada 202 laporan dan Jateng ada 103 laporan," ujar Tanak.
Dalam catatan KPK, dari total 2.707 laporan dugaan korupsi semester pertama 2023 asa 329 laporan yang tidak memenuhi tindak pidana korupsi. Laporan itu lalu diarsipkan oleh pihak KPK.
Kode Suap
Klaim beberapa anggota DPRD DKI Jakarta bersih dan tidak main duit suap ternyata tidak benar. Politisi Kebon Sirih itu ternyata minta duit ke BUMD pakai kode.
Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) tahun 2018-2019 mengungkap dugaan aliran uang ke Kebon Sirih. DPRD menggunakan kode Pasal dalam setiap rapat komisi.
Hal itu diketahui dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mantan Senior Manajer Divisi Usaha PPSJ Indra Sukmono Arharrys yang dibacakan tim jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/7).
Indra dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Yoory Corneles Pinontoan selaku Direktur Utama PPSJ periode 2016-2021.
"Ini di BAP saksi ya, nomor 21. Mohon izin Yang Mulia, kami bacakan ya, ini jawaban saksi ya: 'Dapat saya jelaskan bahwa uang Pasal 21, Pasal 11 dan Pasal 16 adalah istilah-istilah untuk uang-uang yang disiapkan oleh Sarana Jaya atau BUMD lainnya'," ujar jaksa membacakan BAP tersebut.
"Betul bapak," jawab Indra.
"Berarti bukan hanya Sarana Jaya, BUMD lain sudah paham?" tanya jaksa mendalami.
"Iya," timpal Indra.
"Dalam setiap rapat-rapat dengan anggota DPRD DKI yang nilainya Rp21 juta itulah Pasal 21, Rp16 juta Pasal 16, dan Rp19 juta yang diperuntukkan bagi para anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta yang hadir rapat beserta personel sekretariat komisi DPRD penyelenggara rapat. Penyerahan uang-uang tersebut biasanya dibawa oleh Asep Firdaus atau saudara Faruk', anggota saksi tadi yang chat-chat WA tadi ya, 'dan diserahkan atau dikumpulkan kepada Safrudin alias Udin ya pak, Pak Udin ya, staf Komisi C bila ada rapat dengan komisi C atau diserahkan dengan PNS atau staf komisi B sehingga pemberian uang ini selalu ada setiap rapat dengan anggota DPRD," ucap jaksa.
"Apabila belum menyerahkan, maka Safrudin atau staf sekretariat komisi B akan menagih ke Sarana Jaya melalui Asep Firdaus atau Faruk. Uang-uang ini sudah ada sejak dulu, sejak saya menjadi staf Sarana Jaya, dahulu nilainya Rp10 juta setiap rapat, sekarang nilainya Rp21 juta'. Betul ini keterangan saksi ya?" tambah jaksa.
"Betul bapak," jawab Indra.
Jaksa lantas membacakan BAP Indra nomor 33 yang menjelaskan jika Yoory menyerahkan uang dalam amplop cokelat ke anggota DPRD DKI Jakarta bernama Ruslan, disebut sering mengajukan pertanyaan pada saat rapat komisi. Uang tersebut diserahkan di ruang tamu VIP Sarana Jaya.
"Di ruangan tamu VIP Sarana Jaya oleh Pak Yoory amplop itu diserahkan kepada Pak Ruslan, anggota DPRD DKI rambutnya putih, kurus, sering mengajukan pertanyaan di rapat komisi yang saat itu saya memang sedang mendampingi pak Yoory di ruangan tersebut," ucap jaksa lagi membacakan BAP Indra.
Amplop berisi uang tersebut bukan bagian dari CSR melainkan pemberian yang biasa dikasih Yorry kepada tamu-tamunya. Indra mengaku beberapa kali diminta Yoory untuk mengambil uang di ruang kerja Sri Lestari.
"Namun, yang saya ingat dan saya lihat, pak Yoory memberikan kepada pak Ruslan itu hanya saat itu saja'," lanjut jaksa masih mengacu pada BAP Indra.
Jaksa kemudian mendalami tujuan pemberian uang dalam setiap rapat di DPRD DKI Jakarta tersebut. Indra menjelaskan praktik tersebut sudah ada sejak ia menjadi staf di PPSJ.
"Saksi Yadi kemarin sudah jujur, sudah mengakui adanya ya, terkait dengan proses yang istilahnya Pasal 21 ini. Ini kepentingannya untuk apa?" tanya jaksa.
"Yang tadi kami jelaskan di BAP pak, memang itu semenjak saya staf sudah ada itu pak di DPRD setiap mau rapat. Kepentingannya buat apa, sebenarnya saya enggak tahu, untuk kepentingan rapat mereka mungkin pak," terang Indra.
Kemudian, jaksa menanyakan tujuan Yoory memberi amplop berisi uang kepada Ruslan di kantor PPSJ. Indra mengatakan hal itu diberikan agar Ruslan tidak kritis saat rapat.
"Ya, kita kasih uang, tadi ada yang kritis suka tanya-tanya kita kasih uang, tujuannya supaya apa maksudnya saksi itu? Supaya apa?" tanya jaksa.
"Ya biar enggak kencang saja sih pak dalam rapat," jawab Indra.
"Apakah ini juga salah satu bagian supaya PMD (Penyertaan Modal Daerah) cair?" lanjut jaksa.
"Itu saya enggak tahu pak, karena yang tadi untuk Pasal 21 itu biasanya setiap rapat pak kita dimintakan," jawab Indra.
"Kalau untuk PMD apakah ada yang berbeda rate-nya?" tanya jaksa lagi.
"Saya tidak tahu," jawab Indra.