RN - Sosok Wakil Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Taufik Azhar masih jadi gunjingan para sopir JakLingko. Politisi Golkar itu disebut-sebut sebagai biang kerok masalah JakLingko.
Sopir JakLingko meradang lantaran adanya dugaan diskriminasi terhadap beberapa operator mitra program JakLingko. Yang menjadi sasaran sopir adalah Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono (HBH).
Forum Komunikasi Lintas Biru (FKLB) saat menggelar aksi demo di depan Bali Kota kantor HBH menuding Direksi Transjakarta dan Dinas Perhubungan (Dishub) pilih kasih dan diskriminasi terhadap beberapa operator mitra program JakLingko.
BERITA TERKAIT :Pengamat: Orang Lama Jangan Ikut Seleksi, DPRD Harus Audit Anggaran KPID Jakarta
KPID Jakarta Buka Pendaftaran, Orang Lama Masih Kebelet Maju?
FKLB juga menuding Transjakarta dan Dishub menganakemaskan satu operator Jaklingko yakni Koperasi Wahana Kalpika (KWK). Diketahui, Taufik Azhar adalah salah satu pimpinan Koperasi Wahana Kalpika (KWK).
Hingga berita ini diturunkan Taufik Azhar belum bisa dihubungi. Sementara para sopir saat ditemui wartawan mengatakan, kalau ulah Taufik telah merusak rakyat kecil.
"Kalau saya tau rumahnya pasti saya samperin. Biar dia tau kalau sopir itu adalah rakyat yang butuh hidup," tegas sopir yang namanya enggan disebutkan.
Taufik sebelumnya membantah telah mendapat perlakuan khusus dari PT Transjakarta menjadi mitra Jaklingko, meski dia juga menjabat sebagai Ketua Umum KWK.
Kepada wartawan, Taufik menjelaskan soal jumlah armada KWK yang masuk menjadi anggota Mikrotrans Jaklingko di bawah naungan PT Transjakarta.
Dia mengakui, jumlah KWK yang bergabung memang 1.435 unit, tapi jumlah armada reguler sebelum bergabung Jaklingko jauh lebih banyak.
"Mereka nggak tahu, jumlah armada kami main potong saja, betul kami akui ada 1.435 unit tapi jumlah armada kami yang reguler sebelum bergabung Jaklingko itu ada 6.238 unit. Kami hanya 44 persen yang terintegrasi, realisasinya 1.435 unit hanya 51 persen," kata Taufik pada Rabu (31/7/2024).
Taufik lalu membandingkan dengan armada dari operator lain yang sudah bergabung dengan Jaklingko mencapai 90 persen lebih.
"Ini yang lain sudah 97 persen, 75 persen, kami nggak ada monopoli. Kalau kami ukurannya dari ini dong (jumlah armada reguler), yang terealisasi di Jaklingko. Kalau bicara full, lho memang kami paling besar ya 6.238 unit, yang terintegrasi hanya 2.801 atau 44 persen diambil dari armada kami, tapi yang sudah bergabung sama mikrotrans baru 51 persen atau 1.435," jelas politisi yang tinggal di kawasan Condet, Jakarta Timur ini.