RADAR NONSTOP - Sepanjang bukan Desember 2018 - Januari 2019, Ombudsman perwakilan Jakarta Raya menerima 336 laporan dugaan penyimpangan pelayanan publik.
Dari angka pengaduan itu, institusi di DKI menempati ranking pertama pengaduan terbanyak. Sebagian besar yakni 51,1 persen terkait penundaan berlarut dalam pelayanan kepada publik.
"Hal ini terjadi karena masih ada penyelenggara pelayanan publik yang tidak menyampaikan informasi yang jelas perihal waktu penyelesaian pelayanan kepada masyarakat selaku pengguna pelayanan," kata Kepala Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho dalam pemaparan, di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis, (31/1/2019).
BERITA TERKAIT :Keterbukaan Informasi Publik, Jaksel Di Bawah Komando Munjirin Raih Peringkat Dua Terbaik AHJ 2024
Melalui Microsite, Kecamatan Penjaringan Sediakan Informasi Publik
Namun, menurut Teguh, banyaknya laporan yang masuk itu tidak serta merta menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publiknya paling buruk. Tetapi juga karena kanal pengaduannya semakin baik.
"Bisa jadi karena kanal pengaduannya mudah diakses dan kesadaran masyarakat yang semakin baik dalam mempertanyakan hak pemerolehan pelayanan publik yang baik," ujar Teguh.
Sementara itu, lima besar substansi laporan yang diadukan di Jakarta Raya ini yakni kepolisian (22,4 persen), agraria/pertanahan (20,4 persen), kepegawaian (7,7 persen), peradilan (5,8 persen), dan pajak (5,4 persen).
“Permasalahan yang paling sering diadukan di kepolisian berkisar pada pelayanan SPKT dan Satpas," kata Teguh.
Ombudsman Jakarta Raya baru dibentuk awal 2018. Ombudsman Jakarta Raya memiliki wilayah kerja meliputi DKI Jakarta, Depok, Bogor, Kabupaten Bogor, Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Tangerang Selatan.
Institusi di DKI menjadi terlapor paling banyak dengan 69,3 persen dan disusul Bekasi (9,3 persen), Kabupaten Bogor (7 persen), Depok (6,7 persen), Kabupaten Bekasi (4,5 persen), Bogor (2,2 persen), dan Tangerang Selatan (1 persen).