RN - Polemik Hotel Sultan masih berlanjut. Kini Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid diuji.
Apakah politisi Golkar itu mampu mengambil alih. Konflik Hotel Sultan antara pemerintah dengan PT Indobuildco milik Pontjo Sutowo sudah berlangsung lama.
Nusron menegaskan kepemilikan Hotel Sultan bukan hak guna usaha (HGU), melainkan hak guna bangunan (HGB). Sedangkan hak pengelolaan (HPL) hotel tersebut dimiliki Kementerian Sekretaris Negara.
BERITA TERKAIT :Cara Main Mafia Tanah, Dari Orang Dalam Hingga Bohir
Nusron menekankan perkara Hotel Sultan masih diselesaikan di pengadilan negeri.
"Sekarang kita mengacu kepada nanti keputusan hukumnya kayak apa, kita kaji," ujar Nusron di Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan, Selasa (5/11).
Bos PT Indobuildco Pontjo Sutowo menegaskan mereka masih berhak mengelola tanah tempat berdirinya hotel itu.
Sedangkan pemerintah mengklaim HGB milik kubu Pontjo sudah habis. Sehingga lahan tersebut dituntut untuk dikembalikan ke negara, dalam hal ini Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK).
Untuk diketahui sebelumnya, sengketa Hotel Sultan antara PT Indobuildco dan Sekretariat Negara telah masuk tahap putusan pada 24 Juni 2024. Dalam amar putusan perkara No.667/Pdt.G/2023/PN Jkt. Pst itu, Majelis Hakim memutuskan bahwa perkara gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh perusahaan milik Pontjo Sutowo itu tidak dapat diterima.
"Dalam pokok perkara: Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima [Niet Ontvankelijke Verklaard]," demikian bunyi putusan perkara yang diumumkan secara e-Court itu di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Adapun, majelis hakim juga menyatakan eksepsi pihak tergugat I (mensesneg), tergugat II (PPKGBK), tergugat III (menteri ATR/kepala BPN) dan tergugat IV (Kantor Pertanahan Jakarta Pusat) tidak dapat diterima.
Selain itu, dalam rekonpensi, gugatan Penggugat I Rekopensi/Tergugat I Konpensi dari Penggugat II Rekonpensi/ Tergugat I Konpensi dan Pengugat II Rekonpensi/ Tergugat II Konpensi tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard). Kemudian, dalam konpensi dan rekonpensi, penggugat konpensi atau tergugat rekonpensi diperintahkan untuk membayar biaya perkara yang timbul hingga kini sebesar Rp21,9 juta.