RN - Pengangguran di Jawa Barat (Jabar) wow banget. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jabar periode Agustus 2024 yang tembus diangka 6,75 persen.
Jumlah tersebut tertinggi dibandingkan nasional 4,91 persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar disebutkan, tingginya TPT tersebut dikontribusi dari tak terserapnya tenaga kerja tingkat pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yakni sebesar 12,74 persen.
Seperti diberitakan, jumlah pengangguran pada Agustus 2022 di Jawa Barat mencapai 8,31% dan menjadi provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka tertinggi di Indonesia.
Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka pengangguran di Jawa Barat, antara lain: Rendahnya kesempatan kerja, Tingkat pendidikan yang rendah, Konsumsi masyarakat, Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi.
500 Warga Tumplek Di Blusukan Dan Ngopi Sore Bareng RIDO & Forkkabi
Kevin Diks Dilirik Klub Liga Utama Jerman
Pada Februari 2024, jumlah pengangguran di Jawa Barat sebanyak 1,79 juta orang, turun 217.000 orang dibandingkan Februari 2023.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Iwan Suryawan mengkritisi masih tingginya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jabar periode Agustus 2024 yang tembus diangka 6,75 persen tertinggi dibandingkan nasional 4,91 persen.
Data BPS Provinsi Jawa Barat menyebutkan apabila dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. TPT pada Agustus 2024 mempunyai pola yang sama dengan Agustus 2023. Pada Agustus 2024, TPT dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan masih menyumbang angka paling tinggi dibandingkan lulusan jenjang pendidikan lainnya, yaitu sebesar 12,74 persen.
“Tidak matching (selaras) antara lulusan SMK dengan kebutuhan industri menjadi salah satu penyebab masih tingginya pengangguran untuk tingkat SMK,” kata Iwan Suryawan di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (11/11/2024).
Perlu ada goodwill dari Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jabar untuk mengatasi tingginya TPT di Jabar. Selain harus matching-nya kurikulum pendidikan SMK dengan kebutuhan industri saat ini, investasi yang masuk ke Jabar pun diharapkan mampu menyerap tenaga kerja, salah satunya tingkat SMK yang masih tinggi tingkat penganggurannya.
“Jadi memang mungkin ini yang harus menjadi kajian bersama bagaimna meningkatkan peluang kerja itu semakin luas dengan mengikuti perkembangan perkonomian hari ini, dan perkembangan pekerjaan berbasis teknologi (padat modal),“ tegas Iwan Suryawan.
Selain itu, pihaknya pun mengkritisi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi akhir-akhir ini gara-gara berbagai faktor. Seperti relokasi beberapa pabrik di Jabar ke daerah lain, produk impor gerus produk lokal hingga beban upah yang dinilai pemberi kerja terlalu tinggi.
“Tentunya ini kaitannya dengan kebijakan pemerintah, dan kebijakan ketenagakerjaan, kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat, biaya upah dan segala macamnya,” ucapnya.