Jumat,  31 January 2025

Reklamasi Pulau Pari, Ada Pejabat Pemprov Jakarta & Pemkab Jadi Beking 

RN/NS
Reklamasi Pulau Pari, Ada Pejabat Pemprov Jakarta & Pemkab Jadi Beking 
Reklamasi Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

RN - Diam-diam ada reklamasi di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Kini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah menyetop kegiatan reklamasi yang dilakukan PT CPS di Pulau Pari.

Kabar beredar ada dugaan aksi itu mendapat beking dari pejabat Pemprov Jakarta dan Kabupaten Pulau Seribu. Penghentian dilakukan setelah KKP lewat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) menindaklanjuti dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang laut oleh PT CPS di Pulau Pari dengan melakukan pengawasan ulang pada Selasa (28/1).

Pengawasan dilakukan oleh Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dengan Kewenangan Kepolisian Khusus ( Polsus PWP3K) Ditjen PSDKP.

BERITA TERKAIT :
Reklamasi Pulau Pari, KKP Jangan Kendor Lawan PT CPS Dan Para Pejabat Jakarta

"Hasil pengawasan menunjukkan tidak ada aktivitas yang berlangsung di lokasi tersebut. Petugas hanya menemukan sejumlah pekerja berjaga dan alat berat yang tidak beroperasi," kata Stafsus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin, dalam pernyataan resmi yang diterima wartawan, Rabu (29/1).

Untuk memastikan kegiatan di sana berhenti sepenuhnya, KKP memasang spanduk penghentian aktivitas disaksikan langsung oleh PT CPS.

Sebelumnya KKP menemukan aktivitas pengerukan ilegal di sekitar Pulau Pari. Aktivitas ini dikhawatirkan merusak keseimbangan lingkungan mengingat area sekitar lokasi pengerukan adalah ekosistem mangrove.

Selain itu, ada pembangunan pondok wisata di lokasi serupa dengan metode reklamasi.

"Terdapat kegiatan pembangunan pondok wisata dengan metode reklamasi yang belum memiliki KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) dilakukan oleh subjek hukum yang sama," kata Doni beberapa waktu lalu.

KKP pun menginisiasi pemeriksaan di lapangan pada Senin (20/1). Mereka menemukan aktivitas reklamasi berupa galian dan urugan substrat dengan luas sekitar 18 meter persegi. Lokasi ini rencananya akan digunakan sebagai kolam labuh dan sandar kapal.

Aktivitas ini, lanjut Doni, melanggar KKPRL yang diterbitkan Juli 2024 lalu sebab izin hanya mencakup pembangunan cottage apung dan dermaga wisata seluas 180 hektar.

"Untuk memastikan kepatuhan dan mencegah pelanggaran serupa, KKP telah menjadwalkan pengumpulan bahan dan keterangan dari pihak PT CPS pada 30 Januari 2025," imbuhnya.