RN - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri memastikan tidak ada pemeriksaan terhadap salah satu perusahaan Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma alias Aguan. Pagar laut di Tangerang dinilai tidak kaitan dengan Aguan.
Bareskrim telah menetapkan empat tersangka dalam kasus pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB), dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut Tangerang.
Terkait hal tersebut, beginilah respons Bareskrim Polri ketika dikonfirmasi pemanggilan terhadap Aguan. "Apa hubungannya?," kata Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Polisi Djuhandani Rahardjo Puro dikutip pada Rabu, 19 Februari 2025.
BERITA TERKAIT :Gebrakan Nusron Basmi Para Pemain BPN Bekasi, 581 Hektare Lahan Laut Dimanipulasi?
Djuhandhani menjelaskan bahwa pemeriksaan kepada seseorang diperlukan jika diperlukan. Sejauh ini dari hasil pemeriksaan para saksi-saksi, tidak ada yang menyebut nama Aguan.
"Gini, kita memeriksa terhadap sebuah perkara ataupun melaksanakan penyidikan, tentu saja ada alasan. Alasannya, dari keterangan keterangan baik itu saat sudah kita tetapkan sebagai tersangka saat pemeriksaan saksi tidak ada yang menyebut," ungkapnya.
Sebab, lanjut Djuhandhani, informasi yang beredar di media sosial tidak bisa dijadikan dasar bagi polisi untuk menangani sebuah perkara. Termasuk dalam kasus ini yang belum ada mengarah kepada pengusaha dimaksud.
"Kalau yang dikatakan di media sosial dan lain sebagainya, itu tidak bisa menjadi patokan. Karena semuanya itu, setiap apa yang dilangkahkan Polri pasti ada dasarnya. Ada dasarnya yang bisa dipertanggungjawabkan kalau misalnya disebut rekan-rekan salah satu di sini sebagai turut serta di medsos. Apakah saya harus manggil orang itu? Itu ya," ujarnya.
Walaupun demikian, Jenderal Bintang Satu Polri ini menyatakan akan terus mengembangkan kasus itu sehingga tak menutup kemungkinan menetapkan tersangka lain dalam kasus ini.
"Kemudian, perkara ini tidak sampai di sini saja, kami tetap mengembangkan perkara ini sampai tuntas," kata Djuhandani.
Meski begitu, Djuhandani menyebut penyidik kemungkinan akan membutuhkan waktu yang lama dalam pengembangan kasusnya. Dengan menelusuri pihak yang turut membantu dan juga menyuruh keempat tersangka untuk memalsukan dokumen SHGB dan SHM.
"Karena penyidikan siapa yang membantu, siapa yang menyuruh, dan lain sebagainya kemudian digunakan untuk apa seperti surat ini digunakan untuk apa dan ke mana, ini adalah proses yang harus kita lakukan," jelasnya
Adapun yang telah ditetapkan tersangka yakni, Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin bin Asip, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, dan dua orang lain berinisial SP dan CE selaku penerima kuasa.
Para tersangka pun dikenakan Pasal 263 KUHP dan Pasal 264 KUHP dengan ancaman pidana paling lama delapan tahun penjara atas dugaan pemalsuan surat atau dokumen.
“Kami melakukan penyidikan secara profesional kita mulai dari ujungnya dulu, kita buktikan masing-masing perbuatan ini," kata Djihandani.