RN - Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengaku kaget. Dahlan alias DI ditetapkan tersangka dugaan pemalsuan surat dan penggelapan.
DI saat ini sedang berada di Perth, Australia. Hal itu terlihat dari unggahannya di media sosial lewat akun Catatan Dahlan Iskan yang menuliskan keterangan sedang bersama pengusaha Indonesia yang tergabung dalam Indonesia Chamber of Commerce of Western Australia di Tempatan Bay, Perth, 8 Juli 2025.
Mantan CEO Jawa Pos itu mengaku baru mengetahui status tersangka dari pemberitaan media, bukan dari penyampaian resmi kepolisian.
BERITA TERKAIT :Kasus Pengadaan LNG Pertamina Masih Panjang, Dahlan Ke KPK Dengan Gaya Nyentrik
“Sidang perdatanya sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya. Tiba-tiba ada berita saya jadi tersangka,” tulis Dahlan, Selasa (9/7/2025).
Menurut Dahlan, kasus ini bermula dari sengketa kepemilikan saham di Tabloid Nyata, bukan di Jawa Pos. Dia menyebut, media yang kini memperkarakannya seolah tak memahami riwayat sejarah perusahaan tersebut.
“Saya tegaskan, tidak semua media yang saya pimpin dulu adalah milik Jawa Pos. Termasuk Nyata. Ada riwayatnya mengapa begitu,” tulisnya.
Dahlan juga menjelaskan, sejak meninggalkan Jawa Pos pada 2009 karena ditunjuk menjadi Dirut PLN, dia tak lagi mengurusi manajemen. Meski begitu, publik sering mengira dia masih memimpin media yang dulu dibesarkannya.
Dahlan mengaku memerlukan dokumen-dokumen perusahaan untuk menjelaskan duduk perkara kepemilikan saham yang kini menjadi masalah hukum. Namun, permintaannya ditolak pihak perusahaan hingga pengacaranya mengajukan gugatan perdata.
“Saya sudah minta beberapa dokumen perusahaan secara baik-baik tapi tidak diberi. Pengacara saya ajukan gugatan karena sebagai salah satu pemegang saham saya punya hak,” tulisnya.
Dalam catatan panjang itu, Dahlan juga mengenang masa-masa saat dirinya membesarkan Jawa Pos dari media kecil menjadi salah satu grup media terbesar di Indonesia. Dia menyebut bekerja 16 jam sehari, hingga sempat jatuh sakit dan harus menjalani transplantasi hati di Tiongkok.
“Dulu, saya kira saya itu akan seumur hidup di Jawa Pos. Bahkan saya bayangkan mungkin makam saya pun kelak akan di halaman gedung Jawa Pos,” tulisnya.
Namun kenyataan yang dihadapinya kini jauh dari ekspektasi. Dia menyayangkan, justru di usia 74 tahun, harus kembali menghadapi urusan hukum dari institusi yang pernah dia besarkan.
Meski menyayangkan penetapan status tersangka, Dahlan mengaku tetap menghormati proses hukum yang berjalan. Dia juga menegaskan penyampaian narasi ini bukan untuk membela diri, melainkan sebagai tanggapan terhadap banyaknya pertanyaan publik yang datang kepadanya.
“Sebenarnya saya tidak ingin menulis ini. Kesannya kurang baik, saya memanfaatkan Disway. Tapi saya tidak bisa menjawab satu per satu pertanyaan pembaca yang bertubi-tubi. Maafkan,” tulisnya.
Sebelumnya, penyidik Ditreskrimum Polda Jatim menetapkan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus pemalsuan surat dan penggelapan. Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari laporan dari Rudy Ahmad Syafei Harahap pada 13 September 2024.
Selain Dahlan, Direktur Jawa Pos Nany Wijaya (NW) juga ditetapkan sebagai tersangka. Informasi tersebut dikonfirmasi dari dokumen resmi yang ditandatangani AKBP Arief Vidy, Kepala Subdit I Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim Senin 7 Juli 2025.
Sebelum ditetapkan tersangka, Dahlan Iskan beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang bermula dari laporan media Jawa Pos. Kasus ini bermula dari laporan internal yang diajukan oleh pihak Jawa Pos ke Polda Jatim pada 13 September 2024. Laporan tersebut menyinggung adanya dugaan pemalsuan surat serta penggelapan dana perusahaan.
Pada 10 Januari 2025, Ditreskrimum Polda Jatim merespons laporan tersebut dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/42/I/RES/1/9/2025/Ditreskrimum, sebagai dasar penyelidikan lebih lanjut.
Setelah melalui proses pemeriksaan dan pengumpulan alat bukti, pada Juli 2025, penyidik meningkatkan status Dahlan Iskan dari saksi menjadi tersangka. Selain Dahlan, mantan Direktur Jawa Pos, Nany Wijaya, juga ikut ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama.
Keduanya dijerat dengan Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 374 KUHP jo Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat dan/atau penggelapan dalam jabatan jo. penggelapan dan/atau pencucian uang.