RN - Pepatah soal ibu kota lebih kejam dari ibu tiri benar adanya. Sebab jika ada warga yang meninggal (mati) saat ini sulit dimakamkan.
Diketahui, Jakarta sudah mengalami krisis lahan pemakaman sejak tahun 2020. Bagi warga yang meninggal jika dimakamkan akan ditumpuk dua hingga tiga jenazah.
Data dari Pemprov DKI Jakarta, setiap tahunnya warga yang meninggal bisa mencapai 50 ribu jiwa sampai dengan 90 ribu jiwa yang meninggal. Saat ini, ada sekitar 68 atau 80 tempat pemakaman umum atau TPU yang dikelola pemerintah daerah dan sudah terisi 100 persen.
BERITA TERKAIT :Potret Kesenjangan TPU Kebon Nanas Jaktim Sampaii DPRD Minta Gub DKI Turun Gunung
"Kalau meninggal dan belum punya lobang ya susah. Misalnya, jenazah dimakamkan satu lobang dengan saudara atau orangtua," ungkap Rido warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat saat ditemui di TPU, Senin (20/10).
Du Jakarta Selatan misalnya, saat ini ada 16 TPU yang sudah nyaris penuh. Dan TPU tersebut sudah tidak bisa lagi menampung orang meninggal untuk dikuburkan.
Begitu juga dengan Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur hingga Jakarta Utara. "Kemarin adik saya meninggal dan susah cari tempat buat ngubur," ungkap Ardi warga Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Sementara Kepala Seksi Jalur dan Pemakaman Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Selatan, Arwin Adlin Barus, mengungkapkan bahwa sembilan TPU yang sudah penuh itu meliputi Tanjung Barat, Jagakarsa, Kampung Kongsi, Grogol Selatan, Kebagusan, Pisangan, Pejaten Timur, Pejaten Barat, dan Cikoko.
“Kapasitasnya sudah habis, jadi pemakaman baru dialihkan ke TPU lain,” ujar Arwin, di Jakarta, Senin (20/10).
Dari total 16 TPU di Jakarta Selatan, lebih dari separuh kini tak lagi memiliki ruang tersisa. Sementara itu, TPU lain seperti Jeruk Purut, Tanah Kusir, Cidodol, Kampung Kandang, dan Pasar Minggu disebut sudah terisi lebih dari 95 persen.
Artinya, hanya tinggal menunggu waktu sampai semuanya benar-benar padat tanpa celah. Situasi ini membuat pemerintah terpaksa menerapkan sistem pemakaman tumpang, yakni satu liang untuk beberapa anggota keluarga, dengan jenazah baru dimakamkan di atas jenazah lama.
Kebijakan yang oleh banyak warga disebut solusi darurat bagi kota yang kehilangan ruang hidup, dan kini, ruang mati.
“Pemerintah Kota Jakarta Selatan menerapkan sistem pemakaman tumpang sebagai solusi utama mengatasi keterbatasan lahan TPU,” ucap Arwin.
Namun, di balik kata “solusi”, terselip tanda tanya besar: mengapa masalah semacam ini selalu muncul tanpa antisipasi nyata? Selama puluhan tahun Jakarta dibanjiri beton dan gedung tinggi, tetapi tidak ada yang berpikir soal tempat beristirahat terakhir bagi warganya.
Kini, bahkan kematian pun harus berbagi tempat. Warga yang ingin memakamkan anggota keluarga harus rela menggabungkan makam dengan yang sudah lebih dulu terbaring, atau mencari TPU lain yang masih ‘bernapas’ ruang, walau jumlahnya terbatas.
Kondisi ini menjadi potret ironis Jakarta modern di kota di mana harga tanah melonjak dan ruang hijau makin sempit, ternyata kematian pun tak lepas dari kompetisi lahan. Lahan hidup dan lahan mati sama-sama menjadi barang mewah.