RADAR NONSTOP - Alas (hutan) Roban, Jawa Tengah masih menjadi jalur tengkorak. Bagi pemudik yang melintas kawasan ini harus ekstara hati-hati.
Selain jalannya yang berkelok, naik dan turun, cerita mistis juga bisa bikin merinding setiap orang yang melintas.
Alas Roban memang hutan yang dibelah untuk menjadi jalur lalu lintas. Jalurnya cukup ekstrem terdiri dari kelokan dan tanjakan tajam.
Untuk mengurangi risiko kecelakaan di Alas Roban, dibuat dua jalur alternatif yakni lingkar utara dan lingkar selatan.
BERITA TERKAIT :Alhamdulillah, Kasus Timah Kalah Dengan Perputaran Duit Lebaran Rp 369,8 Triliun
Jakarta Macet Lagi, Warga: Kite Setres Lagi Aja
Kendaraan pribadi dan sepeda motor disarankan melalui utara. Sementara truk biasanya memanfaatkan jalur selatan karena tidak banyak tikungan tajam dan tanjakan curam meski lebih memutar.
Jalur Alas Roban kini tak lagi jadi pilihan. Bukan karena cerita mistis menyeramkan yang jadi legenda. Namun karena sudah ada jalur tol bebas hambatan.
Kawasan hutan jati itu pernah dikenal sebagai tempat pembuangan mayat pada tahun 1980-an. Mayat-mayat itu adalah korban dari penembak misterius (Petrus). Semua korbannya dibuang ke Alas Roban.
Lalu, muncul cerita-cerita mistis beredar di masyarakat. Ada yang pernah melihat kuntilanak, pocong sampai genderuwo.
Dari pengakuan beberapa tokoh masyarakat setempat, dulu, jika malam hari, sepanjang jalur Alas Roban memang gelap. Masih dikelilingi pohon-pohon jati. Jalannya pun tidak lurus, ada yang berkelok dan menanjak curam. Wajar, jika setiap pengendara melintasi jalan tersebut selalu was-was.
Jika menengok ke belakang, jalan raya Alas Roban hanya ada satu, yaitu jalan raya Poncowati. Jalan itu dibuat pada era pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, Gubernur Jendral Hindia Belanda ke-36. Dia memerintah antara tahun 1808 hingga 1811.
Tidak hanya cerita angker saja, jalan raya Alas Roban pernah dikenal rawan tindak kejahatan. Jalur yang berliku dan panjang membuat pengendara takut melewati jalan tersebut sendiri jika malam hari.
Banyak penjahat mulai dari begal sampai bajing loncat. Saking rawannya, kendaraan yang melintas malam hari tidak berani. Untuk kendaraan yang datang dari arah timur Semarang berhenti di depan Pasar Plelen. Sementara dari arah barat Jakarta, istirahat di Banyuputih.
Mereka baru berani melintasi jalan Alas Roban ketika pukul 05.00 WIB. Kalau pun ada yang berani melintas malam hari, harus menunggu kendaraan lainnya. Minimal enam kendaraan.
Sekarang cerita angker dan rawan kejahatan secara perlahan mulai hilang di benak masyarakat. Jalan raya Alas Roban lambat laun mulai ramai baik mobil atau motor. Dan, di sekitar pinggir jalan kini juga sudah banyak orang menjajakan makanan.
"Saya sering melihat wanita berdiri dan nyebrang kalau malam. Kalau sekarang jarang-jarang saya lihat, ada tapi jarang-lah," ungkap Tino, sopir bus yang setiap minggu melintas.