RADAR NONSTOP- Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang mencopot dua komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari jabatannya menjadi sinyal bahwa tidak ada institusi yang dominan termasuk KPU sendiri.
“Buat saya kalau prosedurnya sudah berjalan dengan baik, apresiasi kepada DKPP dan apresiasi juga kepada KPU yang mestinya menerima. Kecuali kalau ternyata ada prosedur banding,” ujar Anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera kepada wartawan, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/72017).
Politikus PKS ini menilai, keputusan DKPP tersebut tidak akan menggangu kinerja KPU karena dalam mengambil keputusan bersifat kolektif kolegial. Mardani yakin, akan ada pengganti kedua komisioner yang dipecat DKPP itu.
BERITA TERKAIT :Pilkada Jakarta Juara Golput Di Pulau Jawa, KPU Jangan Ngeles Dong...
Pilkada Kota Bekasi Banyak Golput, KPU Dikasih Duit Rp 113 Miliar Tapi Gagal Sosialisasi
Menurut Mardani, hingga saat ini Komisi II DPR belum memutuskan untuk melakukan langkah pemilihan komisioner yang dipecat tersebut.
“Tetapi yang saya baca adalah bahwa itu pencopotan sebagai ketua divisi, baik Bu Vita atau pun Ilham, dua-duanya buat saya itu menunjukkan betapa demokrasi di Indonesia kian matang, karena distribusi otoritas menyebar, tidak tunggal,” urainya.
Lebih jauh, Mardani mengungkapkan, keputusan DKPP menjadi peringatan buat KPU agar lebih berhati-hati dalam bekerja.
“Ini menjadi pelajaran buat kami di Komisi II dan KPU. KPU harus menyampaikan fakta ini sehingga kita bisa memberikan rekomendasi,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dua komisioner KPU dinyatakan melanggar kode etik sehingga diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua divisi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Komisioner KPU Ilham Saputra diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik.
Ilham dinilai melanggar kode etik lantaran menghambat proses pengisian jabatan pengganti antar waktu (PAW) anggota DPR RI Partai Hanura.
DKPP juga memberhentikan Komisioner KPU Novida Ginting Manik dari jabatannya sebagai Ketua Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, Diklat dan Litbang.
Ia diberhentikan karena dianggap melanggar kode etik terkait dengan proses seleksi calon KPU Kabupaten Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara.