RADAR NONSTOP - Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tanti Rohilawati menegaskan, soal KS-NIK secara periodik selalu dilakukan audit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) baik tingkat Provinsi Jabar maupun Pusat.
Hal tersebut menjawab fenomena KS-NIK yang mulai diprotes diminta untuk diaudit oleh anggota dewan Kota Bekasi terkait program tersebut.
“Proses KS Kota Bekasi sudah melalui mekanisme dan diajukan eksekutif dalam hal ini Dinkes dan disetujui oleh legislatif,” ujar Tanti dalam diskusi soal tumpang tindih program KS-NIK dengan JKN, Jumat (25/10) malam lewat acara Diskusi Publik bertemakan 'Tumpang Tindih Tata Kelola Program KS-NIK Terhadap Program JKN".
Dikatakannya, KS-NIK programnya sudah mengacu pada aturan baik peraturan daerah (Perda) diperkuat dengan keputusan Walikota tentang satuan pelaksana jaminan untuk mekanisme penggunaan KS.
Tanti menegaskan, seluruh keputusan tidak berdiri sendiri, bahkan sudah keputusan Dinkes Kota Bekasi tentang pelayanan untuk menjadi acuan pihak rumah sakit, pemberi layanan yang bekerjasama dengan Pemkot Bekasi.
Begitu pun, lanjut Tanti, terkait juknis tentang verifikator atas klinik atau rumah sakit, dilakukan verifikator independen yang direkrut. Hal lain Dinkes juga mengeluarkan juknis sistem pembayaran, hasil verifikasi dari UU sampai standar operasional prosedur (SOP) sudah dilakukan.
“Untuk SOP dan Juknis tentang KS proses pelayanan KS dan jaminan ada di Dinkes. Dinkes juga punya sistem pengendalian ke RS. Pasien yang ada, yang dapat diakses, jumlah yang habiskan pasien,” ujarnya menjawab pertanyaan terkait biaya yang dibayar untuk setiap pengobatan.
Menurutnya, pembayaran ada sistem paket. Dia mencontohkan untuk jenis perawatan sakit tertentu dirawat selama sepuluh hari ditentukan budgetnya sebesar Rp10 juta, jika dilakukan perawatan lebih dari hari sesuai plafon, maka tetap dibayar sesuai plafon.
Sementara itu, Anggota DPRD Kota Bekasi, Nicodemus Godjang, mengatakan, KS-NIK harus dilakukan audit investigasi secara independen.
Audit dimaksud bagaimana pelayanannya. Solusinya jelas audit, setelah itu baru bicara integrasi atau membuat regulasi yang mengatur sanksi. Jika ada rumah sakit menolak pemegang KS-NIK maka bisa dikenakan sanksi yang mengacu pada Perda.
“Apa beda KS dan BPJS sama. Sementara konstituen saya banyak mengadu ditolak saat berobat di RS. Ini karena saya anggota dewan telpon langsung dilayani. Coba warga yang lain,” ujarnya.
Program KS-NIK bagus, tapi bagaimana anggaran lebih baik jangan semua anggaran tersedot untuk KS. Sementara ada BPJS program pemerintah pusat.
“Saya melihat KS-NIK ini adalah bagai negara dalam negara. BPJS ada kenapa ada KS-NIK,” ujarnya mengaku program KS-NIK baik, tidak menjatuhkan pemerintah.
Dosen Ngaku Korban Konten Porno Nagdu Ke PWI Kota Bekasi
Ogah Hadir HUT Golkar, Darah Uu Gak 100 Persen Beringin Dan Gak Serius Maju Jadi Wali Kota Bekasi