Sabtu,  04 May 2024

Komisi IV DPR Pertanyakan Wacana SNI Hortikultura Kementan

ERY
Komisi IV DPR Pertanyakan Wacana SNI Hortikultura Kementan
Anggota Komisi IV DPR RI Riezky Aprilia

RADAR NONSTOP – Anggota Komisi IV DPR RI, Riezky Aprilia, mempertanyakan rencana Kementerian Pertanian yang akan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap komoditas hortikultura impor.

Menurut Riezky atau biasa disapa Kiki, dalam rapat Komisi IV dengan Kementerian Pertanian beberapa waktu lalu sempat dipertanyakan ide SNI tersebut. “SNI yang diinginkan itu seperti apa sih? Apa yang membuat harus di-SNI-kan?” tutur Riezky kepada wartawan, Jumat (22/11).

Dia berharap Kementan jangan asal bikin sesuatu yang justru nantinya akan berakibat buruk terhadap negara ini sendiri. “Misalnya kalau pemerintah menerapkan SNI untuk produk hortikultura impor, nantinya barang kita yang akan diekspor juga akan dikenakan SNI. Apakah manggis, mangga, salak dan buah-buahan lainnya sudah ada SNI-nya,” ujar Riezky.

BERITA TERKAIT :
Zulhas Dorong Putrinya Jadi Gubernur Jakarta, Gaduh Kopi Starbucks Di Mekkah Untuk Dongkrak Nama Zita? 
Sunatan Cucu Hingga Biduan Pakai Duit Suap, Siapa Keluarga Eks Kementan SYL Yang Bakal Jadi Tersangka? 

Bila pemerintah memaksakan wajib SNI terhadap hasil bumi, akan memunculkan satu isu baru yang akan berkembang. Sebab di antara masyarakat juga akan berbeda penafsirannya, dan bertanya-tanya yang dimaksud meng-SNI-kan buah-buah lokal di pasar tradisional seperti apa.

Selain akan ada banyak biaya tambahan untuk penerapan SNI, yang akan menjadi beban petani juga akan berimbas atau efek ke buah-buahan hasil petani lokal yang dijual di pasar tradisional.

Anggota dewan ini berharap, pemerintah lebih baik memikirkan yang konkret dengan menguntungkan untuk Indonesia, tetapi juga tidak anti untuk mendatangkan impor.

Menurut dia, masyarakat perlu diberi penjelasan atau gambaran, kenapa tetap harus impor? Apakah sudah cukup jumlah yang diproduksi sendiri dengan permintaan pasar?

“Selama ini antara kebutuhan dengan yang tersedia masih jauh kurang. Untuk itu kita harus mengakui masih butuh impor. Tapi yang ada sekarang malah ada usulan yang aneh-aneh, harus SNI lah, ada lagi barang impor yang akan masuk ke Indonesia harus pakai penerjemah yang disumpah, kan aneh-aneh aja ini,” ujarnya.