RADAR NONSTOP-Anggota Komisi I DPR, TB. Hasanudin mengatakan selama 1 dekade pasca reformasi sektor pertahanan Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan yang harus segera di selesesaikan oleh pemerintah.
Menurutnya, selain Mininum Essential Force (MEF) yang masuk dalam rencana strategis ke 3 Tahun 2019-2024, pekerjaan lainnya yaitu adalah payung hukum pelibatan TNI dalam menghadapi sparatisme , dan UU perbantuan TNI kepada Polri.
Pernyataan itu disampaikan Politikus PDI Perjuangan ini dalam Diskusi Evaluasi 1 Dekade (2010-2019) Pertahanan di Indonesia yang digelar oleh Lembaga Kajian South East Asia Universitas Paramadina dan Lembaga Kajian dan Advokasi HAM, Imparsial di Kampus Paramadina Graduate School, Palmerah, Jakarta, Senin (16/12/2019).
TB.Hasanuddin yang pernah menjabat Sekretaris Militer Presiden Megawati itu menyebut transformasi tidak hanya seputar capaian kebijakan MEF namun juga implementasi produk reformasi.
Terkesan Diburu-Buru, Pembahasan Raperda RTRW Pesanan Sponsor?
Laporan Dugaan KDRT Oleh Oknum Anggota DPR Bakal Dibawa ke BK dan Mabes Polri
"Dan saya melihat implementasi produk reformasi di sektor pertahanan ini masih parsial dan banyak kekurangan," ungkap lelaki yang pernah mengenyam pendidikan militer di Prancis itu.
Ditanya perihal pos anggaran
untuk pertahanan, TB menegaskan bahwa anggaran pada sektor pertahanan harus berbasis ancaman.
"Besaran hakekat ancamannya sebesar apa? baru kita berbicara anggaran. Karena APBN ini bukan hanya untuk kebutuhan pertahanan semata, tapi masih dibutuhkan untuk keperluan lain seperti BPJS, pendidikan untuk masyarakat tidak mampu dan lain lain.
Dalam negara demokrasi setiap rupiah yang keluar harus dipertanggungjawabkan kepada publik," tegas TB.Hasanuddin.
Hadir dalam dialog tersebut Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI Agus Widjojo, Direktur Imparsial Al Araf dan Direktur Paramadina Graduate School Of Diplomacy, Shiska Prabawaningtyas.