RADAR NONSTOP - Ratusan jemaah terlihat khusuk. Lantunan lagu natal dan doa terdengar di depan Istana Negara.
Ratusan jemaat itu berasal dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia. Mereka menggelar ibadah kebaktian Natal di seberang Istana Merdeka, tepatnya di Taman Pandang, kawasan Monas, Jakarta Pusat pada Rabu (25/12/2019).
"Agar Pak Presiden bisa melihat bahwa kami tak ada tempat ibadah," ungkap salah satu jemaat dengan nada berapi-api.
BERITA TERKAIT :Balas Sindiran Sekjen PDIP Soal Calon Pemimpin Gagal Bina Rumah Tangga, Grace Tuding Ganjar Anjlok
Usai Bakar Duit Tahun Baru, 245 Ribu Orang Cari Cuan Lagi
Diketahui, tempat ibadah mereka telah ditutup sejak 2008. Penutupan lantaran warga sekitar menolak adanya gereja.
Walikota Bogor Bima Arya yang berjanji akan menyelesaikan kasus tersebut hingga kini belum ada respon.
Juru Bicara acara ibadah Natal GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia Jayadi Damanik berharap, kegiatan kebaktian natal di Taman Pandang bisa mengetuk hati Presiden Joko Widodo.
Adapun pembangunan GKI Yasmin sendiri sudah terkatung-katung sejak 2008 dikarenakan adanya penolakan dari sejumlah warga di kawasan Curug Mekar, Bogor untuk membangun gereja tersebut.
"Harapan kami karena dia (Presiden Joko Widodo) bisa melihat dengan mata dan melihat dengan hati, oh ada warga negara yang begini. Tolonglah diselesaikan, tidak susah kok kalau Presiden Jokowi bisa merespons seperti ini, tidak susah," kata Jayadi kepada wartawan di lokasi, Rabu (24/12).
Jayadi berharap konflik keberadaan GKI Yasmin di Kota Bogor dan HKBP Filadelfia di Kabupaten Bekasi bisa diselesaikan secepatnya. Dia berharap sinegritas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pasalnya, menurut Jayadi, pemerintah pusat dan pemerintah daerah terlihat saling lempar tanggung jawab dalam penyelesaikan konflik dua gereja itu.
Bima mengungkapkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor terus berupaya menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama belasan tahun itu. Menurut dia, ada perkembangan signifikan dalam penyelesaian kasus intoleransi tersebut.
"Kita sepakat tidak lagi fokus pada perdebatan masa lalu yang akan menghambat proses penyelesaian. Proses masa lalu diganti proses masa depan. Karena bertahun-tahun kita berdebat soal persepktif hukum masa lalu," ucap Bima, Selasa (24/12/2019).