Indahnya KPU Di Pilpres 2019
Wahyu Kena OTT KPK, Warganet Ingatkan ‘Manisnya’ KPU Saat Pilpres
RADAR NONSTOP - Pasa Komisioner KPU Wahyu Setiawan kena OTT KPK. Mendadak warganet mempublish pernyataan ‘manis’ KPU saat penyelenggaraan Pilpres 2019 silam.
Unggahan tersebut pun langsung viral. Poster yang mencitrakan KPU sebagai lembaga yang bersih dan hanya taat pada undang-undang (UU) itu pun kini berbalik menghantam lembaga yang dipimpin Arief Budiman itu, dan membuat KPU dibully warganet.
Poster itu diposting novelis yang juga politisi Partai Demokrat, Zara Zettira ZR dan komentarnya:
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
Dan ini respon warganet atas postingan poster itu yang bersifat membully.
Hingga kini publik agaknya masih sangat marah kepada KPU karena dinilai tidak independen saat penyelenggaraan Pilpres 2019, dan bahkan dinilai bagian dari kecurangan yang terjadi kala itu. Tak heran, jika penangkapan Wahyu membuat warganet tak segan-segan menyumpahi lembaga penyelenggara Pemilu itu.
Seperti diketahui, Wahyu ditangkap KPK bersama tiga orang lainnya.
Tempo.co melansir, penangkapan ini diduga terkait dengan akan diadakannya pergantian antar waktu (PAW) di Fraksi PDIP DPR RI karena salah satu anggotanya, yakni Nazarudin Kiemas, meninggal dunia.
Menurut media ini, KPU sebenarnya telah menetapkan pengganti Nazarudin, yakni Riezky Aprilia, namun saat pleno KPU pada 31 Agustus 2019, PDIP meminta agar KPU mencoret nama Riezky dari daftar Caleg PDIP terpilih, dan menggantinya dengan Harun Masiku, namun KPU menolak.
Harun adalah Caleg PDIP yang gagal lolos dari daerah pemilihan (Dapil)-nya pada Pileg 2019 lalu, yakni Dapil Sumatera Selatan 1 yang meliputi Kota Palembang, Musi Banyuasin, Banyuasin, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, dan Kota Lubuklinggau.
Tiga orang yang ditangkap bersama Wahyu, menurut media ini, salah satu di antaranya diduga Harun. Politisi ini melalui dua orang perantara, diduga akan menyuap Wahyu sebesar Rp400 juta.
Namun apakah informasi Tempo ini benar, kita akan mendapatkan jawabannya pada Kamis (9/1/2020) siang ini saat KPK menggelar jumpa pers terkait penangkapan Wahyu Setiawan.
Seperti diketahui, hingga kini publik masih mempercayai bahwa telah terjadi pencurangan Pilpres 2019 yang sistematis, terstruktur dan masif, karena publik menilai KPU pun tidak independen dalam menyelenggarakan event akbar ini.
Kecurigaan publik itu antara lain terbaca dari kencangnya suara mereka saat memprotes proses penghitungan suara melalui Situng KPU yang dinilai sarat kecurangan, karena perolehan suara pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin ditambah, sementara perolehan suara pasangan nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga Uno dikurangi.
Tak hanya itu, KPU juga diam saja melihat berbagai jndikasi kecurangan yang dilakukan pasangan 01, termasuk saat mengerahkan ASN di BUMN untuk kamoanye akbar di Gelora Bung Karno, Jakarta, dan bahkan demi menghindari adanya rencana aksi massa besar-besaran yang mempersoalkan ketidakindependenan KPU, lembaga penyelenggara Pemilu ini mempercepat pengumuman hasil Pilpres sehari lebih cepat, yakni pada 21 Mei 2019, dan dilakukan pada dini hari, tepatnya pada pukul 01:46 WIB.
Publik curiga KPU tidak independen karena telah mendapat sesuatu dari pasangan nomor urut 01. (dekan)