RADAR NONSTOP - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta data Bansos dan duit BLT dibuka secara terbuka. Hal ini untuk menghindari adanya dugaan korupsi.
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding setelah pihaknya memitigasi titik-titik rawan dalam penanganan Covid-19. Salah satunya, terkait penyelenggaraan bantuan sosial (Bansos) sebagai jaring pengaman sosial.
"Potensi kerawanan dalam penyelenggaraan bansos baik oleh pemerintah pusat dan daerah adalah terkait pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasannya," kata Ipi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/5/2020).
BERITA TERKAIT :KPK Punya Bukti Duit Suap, Hasto Ngeri-Ngeri Sedap Nih
Hasto Tersangka Suap Jadi Kado Pahit PDIP Saat Natal 2024
Sementara itu, terkait penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), koordinasi di tingkat pusat dilakukan KPK sejak awal pandemi berlangsung. Menurutnya, koordinasi dilakukan bersama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), dan Kementerian Sosial (Kemensos).
Serta, bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Agama (Kemenag) Kementerian Desa dan PDTT, dan Kementerian Pendidikan (Kemendikbud). KPK, kata Ipi juga telah menerbitkan Surat Edaran Nomor. 11 Tahun 2020 tentang Penggunaan DTKS dan Data non-DTKS dalam pemberian bansos.
SE tersebut diterbitkan pada 21 April 2020 lalu. Tujuannya, agar penyaluran bansos tepat guna dan tepat sasaran.
Dia mengatakan, KPK juga masih menemukan kesemrawutan terkait penyaluran bansos. Masalah utamanya, menurut Ipi disebabkan belum adanya DTKS yang diperbaharui di beberapa daerah.
"Sesuai dengan SE, KPK mendorong penggunaan DTKS dijadikan sebagai rujukan awal pendataan di lapangan yang teknisnya dilakukan dengan melibatkan hingga ke satuan kerja terkecil di masyarakat, yaitu RT atau RW untuk melakukan perluasan penerima manfaat non-DTKS dan pemadanan nomor induk kependudukan (NIK) dengan Dinas Dukcapil," katanya.
Ipi menuturkan, KPK juga mendorong keterbukaan data terkait penerima bantuan, realisasi anggaran dan belanja terkait bansos sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas. Tak hanya itu, KPK juga meminta kepada kementerian, lembaga, pemda agar menyediakan saluran pengaduan masyarakat terkait hal ini.
Ipi melanjutkan, KPK telah membentuk tim pada Kedeputian Pencegahan yang bekerja mendampingi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada 2 April 2020 guna mencegah adanya tindak pidana korupsi. Tim itu disebar untuk Gugus Tugas pusat maupun daerah.
"Empat titik rawan yang menjadi fokus area pendampingan adalah terkait pengadaan barang dan jasa (PBJ), refocusing dan realokasi anggaran Covid-19 pada APBN dan APBD, pengelolaan filantropi atau sumbangan pihak ketiga yang dikategorikan bukan gratifikasi, dan penyelenggaraan bansos," katanya.
Di tingkat pusat, pendampingan dilakukan KPK bersama-sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Sementara itu, di tingkat daerah, KPK melibatkan personel pada unit Koordinasi Wilayah (Korwil) Pencegahan bersama BPKP Perwakilan dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Hal itu dilakukan untuk 542 Pemda di Indonesia, termasuk di dalamnya penyaluran bansos maupun BLT Dana Desa.
Sebelumnya, Presiden telah meminta lembaga penegak hukum maupun lebaga pengawas untuk terlibat dalam penyaluran bansos dan BLT Desa. Mulai dari KPK, Kejaksaan maupun BPKP.