Rabu,  08 May 2024

Gaduh UU Cipa Kerja Dan Kemunculan Lintang Kemukus Di Langit Jawa

NS/RN/NET
Gaduh UU Cipa Kerja Dan Kemunculan Lintang Kemukus Di Langit Jawa
Lintang Kemukus yang heboh di media sosial.

RADAR NONSTOP - Kemunculan Lintang Kemukus alias Komet atau Bintang Berekor di langit Jawa menjadi spekulasi. Apalagi saat ini sedang ramai UU Cipta Kerja dan wabah Corona. 

Kemuculan fenomena alam pada Sabtu malam 10 Oktober 2020 itu menjadi viral dan trending topik. Tak hanya, di Tuban, Yogyakarta dan Jawa Tengah, tapi warga Karawang, Jawa Barat, juga ada yang melihat Lintang Kemukus.

Dikutip dari akun instagram @ndorobeii menyebut "Area tuban apakah kalian melihanya, apakah itu," tulisnya.

BERITA TERKAIT :
Omnibus Law Direvisi, Janji Tom Lembong Jika AMIN Menang Bukan Sory Ye, Sory Ye
Pendaki Jangan Lewat Jalur Ilegal, Sosok Aul Di Gunung Gede Pangrango Yang Bikin Tersesat 

Praktis, unggahan Lintang Kemukus tersebut membuat geger netizen yang mengikutinya. "Sauron ini mah... Muncul saat akhir2 jaman.... Yg paham aja.. wkwkwkw cek google kalo gak tau sauroon.." tulis @ andryjatmiko88.

"Aku td liat sumpah, bentar bgt lewatnya, di Karawang (Jawa Barat) .. huhu aku kira petir, emang apa ini min?," kata @lianidian. Sementara ada pula netizen dengan akun @saefulohsafitri menyebut "Kata orang tua jaman dulu itu pertanda sebuah negeri dalam bahaya," katanya.

Sementara itu dikutip dari Historia.id, Lintang Kemukus dipercaya sebagai hantu pembawa maut berwujud bola arwah.

Terkadang ia muncul sebagai rombongan prajurit ganas yang bisa membunuh manusia ketika mereka tertidur. Hantu bernama Lampor itu kerap menimbulkan suara gaduh. Suaranya berasal dari iringan kereta kuda dan derap kaki pasukan.

Beberapa masyarakat Jawa mempercayai kalau mereka adalah pasukan Nyi Roro Kidul yang tengah bergerak dari Laut Selatan ke Gunung Merapi atau Keraton Yogyakarta.

Sementara masyarakat di Jawa Timur percaya kalau Lampor muncul bersamaan dengan wabah penyakit. Lampor mencari korbannya seringkali di bulan Sapar pada malam hari.

Namun, Lampor punya kelemahan. Konon, ia tak bisa duduk atau jongkok. Jadi orang-orang akan memilih tidur di bawah dipan atau di lantai agar Lampor tak mencekik mereka.

Dwi Cahyono, arkeolog yang mengajar sejarah di Universitas Negeri Malang, mengatakan kalau isu setan Lampor semacam itu marak di Jawa Tengah dan Timur sampai pada 1960-an. Lambat laun cerita itu menghilang.

Desas-desus seputar Lampor kemungkinan muncul manakala banyak terjadi wabah penyakit pada masa lampau. Jika ia datang orang bisa mati dalam tidurnya.

Lintang Kemukus adalah istilah Jawa untuk munculnya komet. Kedatangan bintang berekor ini memang dianggap sebagai pertanda kejadian di berbagai kebudayaan.

Lintang Kemukus ternyata masuk juga dalam Ramalan Jayabaya. Adapun lintang yang dimaksud adalah lintang yang nampak mata telanjang. Bukan komet yang hanya akan nampak bila Anda menggunakan alat bantu (teleskop/ binokuler). 

Sebab tiap tahun ada seratus hingga tiga ratus komet yang mendekati matahari. Namun tidak semuanya dapat dilihat dengan mata awam manusia di bumi.

Makna bintang jatuh dapat diterjemahkan berdasarkan arah jatuhnya. Menurut tradisi Jawa, maknanya adalah sebagai berikut:

1. Jika jatuh di Timur, merupakan pertanda ada raja sedang berbela sungkawa. Para pengikutnya sedang bingung pikirannya. Orang desa banyak mengalami kerusakan dan bersusah hatinya. Beras dan padi murah harganya, tetapi emas akan mahal harganya.

2. Tenggara, pertanda ada raja meninggal. Orang desa banyak yang pindah. Hujan menjadi jarang. Buah-buahan banyak yang rusak. Ada wabah penyakit. banyak orang sakit dan meninggal. Beras dan padi mahal. Kerbau dan sapi banyak yang dijual oleh pemiliknya.

3. Selatan, pertanda ada raja meninggal. Para pembesar sedang bersusah hatinya. Banyak hujan. Hasil kebun melimpah hasilnya. Beras, padi, kerbau, dan sapi murah harganya. Orang desa merana hatinya, mengagungkan kekuasaan Tuhan Yang Maha Suci.

4. Barat Daya, pertanda ada raja meninggal. Orang desa melakukan kebajikan. Beras dan padi murah harganya. Hasil kebun berlimpah ruah. Kerbau dan sapi banyak yang mati.

5. Barat, pertanda ada penobatan Raja. Pembesar dan orang desa merasa senang hatinya. Beras dan padi murah harganya. Apa yang ditanam akan berbuah subur dan cepat membuahkan hasil. Hujan deras dan lama. Barang yang diperjual-belikan dalam bentuk apa saja akan murah harganya, karena memperoleh berkah Tuhan.

6. Barat laut, pertanda ada raja berselisih memperebutkan kekuasaan. Para adipat berselisih memperebutkan kekuasaan. Warga desa bersedih hatinya. Kerbau dan sapi banyak yang mati. Hujan dan petir akan terjadi di musim yang salah. Kekurangan (gerhana) akan semakin meluas dan berjangka waktu lama. Beras dan padi akan mahal harganya, namun emas murah harganya.

7. Utara, pertanda ada raja yang kalut pikirannya karena kekeruhan dalam pemerintahan. Akan timbul perselisihan yang berkembang menjadi peperangan. Beras dan padi mahal harganya, namun emas murah

Hanya Mitos

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyebut 'lintang kemukus' sebagai fenomena hujan meteor yang tak ada hubungannya dengan mitos.

"Itu kan mitos di masyarakat, secara astronomi tidak berhubungan," kata peneliti dari Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) LAPAN Emanuel Sungging Mumpuni, Minggu (11/10/2020).

Selama ini, di tengah masyarakat Jawa, lintang kemukus kerap dikaitkan dengan mitos ramalan berakhirnya wabah atau datangnya bencana. Mitos ini bahkan sempat diangkat oleh sastrawan Ahmad Tohari menjadi novel terkenal, Lintang Kemukus Dini Hari.

Kendati mitos itu hidup di masyarakat, LAPAN menegaskan bahwa hal ini tidak ada hubungannya secara astronomi.

"Tidak ada hubungannya. Sama seperti tempo hari katanya bintang Tsuraya tanda wabah berakhir, ternyata wabah masih terjadi sampai sekarang," ungkapnya.

Sungging menjelaskan bahwa lintang kemukus adalah istilah Jawa untuk bintang berekor. "Kebetulan memang beberapa hari terakhir itu sedang musim hujan meteor Draconid, jadi itu bisa jadi bagian dari fenomena hujan meteor tersebut. Tidak ada dampak bahayanya," ujarnya.