Jumat,  27 December 2024

Pilkada 2024, Siapa Untung Dan Siapa Buntung?

Jany/RN
Pilkada 2024, Siapa Untung Dan Siapa Buntung?

RN - Pilkada serentak sudah dipastikan akan digelar pada 2024. Artinya, kepala daerah yang habis masa jabatan pada 2022 dan 20223 harus menunggu hingga 2024. 

Peta kekuatan pilkada akan digelar 2024 di DPR dipastikan akan menang. Ada enam parpol mendukung pilkada 2024. 

Sedangkan pendukung pilkada 2022 atau 2023 hanya tiga parpol. 

BERITA TERKAIT :
Pramono Anung Belum Tentukan Transisi, Nama-Namanya Masih Digodok 
Susunan Tim Transisi Pram-Rano Beredar, Hoax Tapi Gak Ada Yang Bantah

Dukung Pilkada 2024:

1. PDI-P: 128 kursi
2. Golkar: 85 kursi
3. Gerindra: 78 kursi
4. PKB: 58 kursi
5: PAN: 44 kursi
6: PPP: 19 kursi

Total : 412 kursi 

Dukung Pilkada 2022/2023:

1: Nasdem: 59 kursi
2: Demokrat: 54 kursi
3: PKS: 50 kursi

Total : 163 kursi 

Jika pilkada diundur hingga tahun 2024 itu sama saja mengkebiri hak rakyat di daerah yang ingin memilih pemimpinnya. Bahkan, kader-kader partai di daerah tingkat (DPD dan DPC) tentunya akan stag karena tidak ada regenerasi.

Banyak kalangan menilai, kalau diundurnya pilkada serentak karena adanya kepentingan di Pilpres 2024. Ada juga yang menyebut kalau parpol tidak siap berhadapan dengan Anies di Pilkada DKI Jakarta. 

Risma yang digadang-gadang bakal diadu oleh Anies masih berat jika bertempur di Jakarta. Apalagi, kinerja Risma sebagai Menteri Sosial belum terbukti. 

Jika pilkada diplot menjadi 2024 maka yang untung adalah parpol pendukung pemerintah. Sebab, akan ada ratusan daerah yang akan dijabat oleh pelaksana tugas atau Plt. Jabatan Plt untuk sekelas provinsi atau gubernur biasanya ditunjuk dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). 

Kalau gubernur dipimpin Plt apakah ada jaminan netral saat pilpres?

Apa Kata KPU? 

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra, menilai jika pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak digelar bersamaan dengan pemilu nasional pada 2024, akan memberatkan penyelenggara pemilihan.

Hal itu diungkapkan Ilham dalam rapat koordinasi (Rakor) evaluasi penyelenggaraan tahapan kampanye serta kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat pada pemilihan tahun 2020. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan informasi, sampai saat ini rancangan UU Pemilu dan UU Pilkada masih menjadi pembahasan di DPR.

KPU, katanya, sebagai penyelenggara pemilu akan menunggu keputusan hukum dan politik terkait UU tersebut. Jika Pilkada dilaksanakan pada 2022 dan 2023 maka suka tidak suka, mau tidak mau KPU harus siap melaksanakannya. Akan tetapi, jika mengacu kepada UU yang ada sekarang ini, KPU harus melaksanakan pilkada serentak tahun 2024.

"Tentu akan sangat berat apabila Pilkada 2024. Kenapa demikian, karena tahapannya berbarengan bersamaan dengan pemilu nasional," kata Ilham dalam sambutannya di Rakor yang digelar secara virtual, Selasa (2/2/2021).

Ilham mengatakan, pengalaman pada Pemilu 2019 kemarin, tentunya menjadi catatan bagi pihak penyelenggara pemilu sendiri. Banyak formulir C1 tidak selesai di tingkat KPPS. Bahkan, ada juga petugas pemilihan yang kelelahan dan berimplikasi pada hilangnya jiwa atau wafatnya petugas tersebut.

"Termasuk tahapan sosialisasi. Apakah masyarakat akan jenuh nanti disuguhi pilkada pemilihan umum dan sebagainya," ujarnya.

Dia berpendapat, jika Pilkada dilakukan serentak pada 2024, hal ini akan menjadi tantangan bagi penyelenggara pemilu. Terlebih, kondisi pandemi Covid-19 yang masih belum diketahui kapan bisa selesai.

"Kita harus siap memberikan pendidikan pemilih, pemahaman kepada masyarakat mau pilkada dan pemilu nasional nanti itu bisa dijalankan secara bersamaan, apakah masyarakat tidak jenuh, bagaimana strategi kita menghadapi masyarakat itu. Ini menjadi catatan kita dalam beberapa hari ke depan," tuturnya.