Jumat,  22 November 2024

Jimly Asshidiqie Sebut Perpres Miras Sangat Merusak

DIS/NS/RN
Jimly Asshidiqie Sebut Perpres Miras Sangat Merusak

RN – Setelah Ketua MUI sekaligus tokoh NU, KH Cholil Nafis, giliran Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie yang berkomentar pedas mengenai Perpres Nomor 10 Tahun 2021 mengenai pelegalan minuman keras.

Jimly mengatakan perpres turunan UU Cipta kerja tersebut sangat merusak. Ia pun meminta kepada Presiden untuk membatalkan rencana meliberalisasi industri miras tersebut.

"Rencana pemerintah meliberalisasi industri miras sebaiknya dibatalkan, dampaknya sangat merusak dan tambah menjauhkan rakyat dari pemerintah yang sudah dinilai makin tidak mau mendengar," tulis Jimly dikutip melalui akun twitter-nya, Senin (1/3/2021).

BERITA TERKAIT :
Duh, Orang Jogja Kini Doyan Mabok, Miras Dijual Bebas Di Warung-Warung 
Foto Bahlil Ada Botol  Whisky Jepang Masih Heboh

Jimly mengatakan, perpres tersebut bisa memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat, Ia menilai tidak semua urusan harus dikaitkan dengan pertimbangan ekonomi.

"ICMI dan ormas-ormas keagamaan pasti resisten. Janganlah semua urusan diabadikan untuk investasi ekonomi, mari kita bangun bangsa secara utuh," tutup dia.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi meneken regulasi turunan UU Cipta Kerja yang membuka peluang investasi minuman keras (miras). Dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, investasi miras diizinkan di 4 provinsi, yakni Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.

Dikutip dari lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021, ada 46 bidang usaha yang masuk kategori terbuka dengan persyaratan khusus. Tiga di antaranya yakni Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol, Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol: Anggur, dan Industri Minuman Mengandung Malt.

Masing-masing tertera di urutan nomor 31, 32, dan 33, lampiran Perpres yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 2 Februari 2021 tersebut. Ada pun persyaratan khusus yang dimaksud untuk industri minuman keras, yakni untuk investasi baru hanya dapat dilakukan di 4 provinsi.

"Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat," demikian dinyatakan dalam lampiran Perpres tersebut.