RN – Hingga saat ini, Pemprov DKI Jakarta masih menyalurkan bantuan sosial tunai (BST) kepada 1.805.216 keluarga penerima manfaat (KPM) lewat kartu ATM Bank DKI.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria memaparkan, program BST sangat efektif dalam menunjang kesejahteraan masyarakat dalam masa pandemi COVID-19.
"BST merupakan salah satu upaya perlindungan sosial dari pemerintah, baik dari pusat maupun dari daerah, melalui bantuan sosial yang dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar selama masa pandemi," kata Wagub Ariza dalam diskusi virtual 'Balkoters Talks', di Jakarta, Rabu (10/3/2021).
BERITA TERKAIT :Pemprov DKI Gencar Gaungkan Anti Korupsi, Coba Dong Audit Kekayaan Pejabat CKTRP?
Jatuh Bangun Ariza Bisa Jadi Cermin Politisi Lokal Jakarta Yang Mau Melenting Ke Atas
Ariza menjelaskan tiga kelebihan BST dalam peningkatan perekonomian warga. Pertama, BST bisa menggerakkan ekonomi secara meluas. Lain halnya dengan bantuan sosial (bansos) berupa sembako.
Dalam skema bansos sembako yang menjadi program jaring pengaman sosial tahun lalu, pemerintah melakukan pengadaan sembako dengan cara menunjuk perusahaan tertentu. Dengan begitu, pihak yang diuntungkan dalam penyediaan bansos terbatas pada perusahaan, produsen sembako, dan distributor.
Lain hal dengan penyaluran BST. Menurut politikus Partai Gerindra ini, keuntungan bisa diterima bukan hanya pada penerima manfaat, namun juga tempat usaha di sekitarnya.
"Kalau sekarang dengan uang, maka yang pertama kita yang menerima, membeli sembako di sekitar rumah, warung-warung, pasar. Ini menggerakkan ekonomi. Peredaran uang merata di seluruh wilayah," ujar dia.
Kedua, masyarakat memiliki keleluasaan untuk memilih jenis sembako mana yang akan mereka beli menggunakan dana BST. "Kalau dulu ditentukan sembakonya apa saja. Sekarang tidak ditentukan. Terima uang, silakan pilih sembako yang dibutuhkan, mau beli beras, mau beli terigu, mau beli gula, mau beli minyak, dan sebagainya. Yang penting jangan beli rokok dan miras," lanjutnya.
Ketiga, jumlah uang yang diterima dipastikan utuh dengan nominal Rp300 ribu. Ariza menyebut, hal ini beda dengan bansos tunai yang melewati pengambilan keuntungan dari perusahaan, distributor, hingga pabrik sembako.
"Saya pribadi dan kita semua sejak awal meminta bahwa pengadaan bansos sini jangan berupa paket sembako. Saya dari awal tidak setuju. Saya sudah sampaikan waktu itu, ke depan kita upayakan melalui bantuan langsung tunai (BLT). Alhamdulillah, pemerintah pusat ternyata punya pemikiran yang sama, hanya saja diubah namanya menjadi BST," jelas Ariza.
Dalam kesempatan ini, Ariza juga menjelaskan terjadi penambahan jumlah penerima BST tahap dua dari penyaluran BST tahap pertama pada bulan Januari 2021 lalu. Saat ini, ada 1.805.216 penerima manfaat. Angka ini bertambah dari tahap pertama sebesar 1.192.098 KPM.
Ariza menuturkan, pencairan BST tahap dua akan disalurkan pada minggu kedua bulan Maret. Disalurkan secara serentak lewat rekening Bank DKI. Kata dia, ada pemutakhiran data penerima bantuan melalui mekanisme musyawarah kelurahan dengan melibatkan peran serta masyarakat.
"Alhamdulillah juga sudah dilaksanakan. Hal tersebut dilakukan karena perubahan data yang disesuaikan kembali dengan kategori penerima BST. Ada penerima manfaat yang meninggal dunia, pindah dari kota Jakarta, perubahan status perkawinan, dan telah memiliki penghasilan tetap," tutur dia.
Melanjutkan, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah memberi sejumlah masukan kepada Pemprov DKI terkait penyaluran BST di masa pandemi.
Pertama, Trubus menyarankan agar Pemprov DKI membuat peraturan serta sanksi yang jelas bagi penerima BST. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tanggung jawab penerima BST agar tidak disalahgunakan dengan kepentingan tertentu.
"Selama ini kan sifatnya hanya imbauan. Karena Pemprov DKI tidak bisa mengawasi, diharapkan ada peraturan yang jelas. Sehingga, para penerima bertanggung jawab menggunakan BST tersebut. Perlu ada pengawasan di kemudian hari agar uang yang digunakan itu maksimal," ungkap Trubus.
Kedua, Pemprov DKI mesti menjalankan pola komunikasi, informasi, dan edukasi yang disampaikan secara baik. Sehingga, ketika dana BST dicairkan oleh salah satu anggota keluarga, maka semua anggota lainnya bisa mengetahui. Dengan begitu, penyalahgunaan penggunaan BST bisa diminimalisasi.
"Perlu ada pendampingan. Jadi, janggan sendiri tapi didampingi istri atau anak sehingga betul-betul kelaurganya tahu. Sebab, selama ini banyak (penyalahgunaan) yang terjadi karena mereka umumnya tidak tahu si penerima adalah bapaknya," pungkasnya.