RN - Demokrasi di Indonesia melorot. Hal ini ada indikasi karena Jokowi lebih fokus pada pembangunan dan bukan demokrasi.
Bahkan, kritik terhadap pemerintah terlihat minim. Jika dipetakan maka hanya PKS yang terang-terangan mengambil jalur oposisi.
Sementara Partai Demokrat terkesan moderat. Hal ini disampaikan oleh peneliti Politik, Saiful Mujani saat diskusi virtual Tadarus Demokrasi dengan tema 'Ekonomi dan Demokrasi', Sabtu (1/5).
BERITA TERKAIT :PKS Janji Tak Jadi Oposisi Di Jakarta, Jangan Coba-Coba Colek Pram-Rano?
Supian-Chandra Pimpin Kota Depok, Jago PKS Siap Menang Tapi Gak Ikhlas Kalah?
Dia menyebut kemerosotan demokrasi saat ini terjadi di mana-mana. Termasuk mengenai tindakan elite politik di Indonesia hasil pemilu dan pilpres.
"Kemerosotan demokrasi ada di mana-mana. Studi terakhir menyebut sumber utama kemerosotan itu tindakan dan sikap elite politik yang justru hasil demokrasi itu sendiri," kata Saiful.
Demokrasi saat ini juga disebut menjadi penghambat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Padahal demokrasi menjadi bagian penting dalam pembangunan ekonomi negara.
Saiful juga mengatakan demokrasi saat ini telah terkontaminasi politik identitas. Bukan cuma terhadap komunitas agama tertentu, tapi hal itu juga terjadi di berbagai komunitas atau golongan lain dalam bermasyarakat. Akibatnya, terjadi polarisasi.
"Contoh kasus Ahok. Masyarakat mungkin mengakui kinerjanya bagus, tetapi mereka tidak mau karena ada politik identitas itu," ujarnya.
Menurut Saiful, semua itu terjadi karena Presiden Jokowi lebih fokus ke aspek pembangunan ekonomi, bukan demokrasi. Oleh karenanya, hal-hal yang menghambat pembangunan ekonomi akan diabaikan atau dilangkahi.
Kondisi itu juga diperkuat dengan minimnya kritik dari kubu oposisi. Hal itu membuat check and balances menjadi berkurang. Tidak seperti saat Susilo Bambang Yudhoyono menjabat presiden selama dua periode.
"Bersyukur di masa SBY jadi Presiden punya oposisi kuat waktu itu, ada PDIP. Mayoritas anggota koalisi mendukung pemerintah tapi ada kekuatan yang cukup signifikan dari Hanura, PDIP, Gerindra. Kalau sekarang cuma ada 18 persen oposisi."
Saiful mengamini bahwa masih ada partai yang berada di luar pemerintah, yakni PKS dan Demokrat. Akan tetapi, menurutnya masih kurang optimal dalam menciptakan check and balance.
"Hanya PKS yang terang-terangan jadi oposisi dan Demokrat yang jadi oposisi moderat. Check dan balances semakin melemah. Kalau Prabowo dilepas, tidak masuk kabinet sebenarnya akan jadi oposisi. Tapi ada kekhawatiran dapat mengganggu stabilitas," ungkap Saiful.