Jumat,  29 March 2024

Kasus Markus, KCH Layangkan Surat Proses Pidana Mantan Sesjamdatun

RN/NS
Kasus Markus, KCH Layangkan Surat Proses Pidana Mantan Sesjamdatun

RN- Kasus makelar kasus (Markus) yang diduga melibatkan NR dan mantan Sekretaris Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Sesjamdatun), CA masih terus bergulir. 

LSM Konsumen Cerdas Hukum (KCH) secara resmi melayangkan surat aduan ke Jaksa Agung ST. Burhanuddin, mendorong penuntasan kasus tersebut masuk dalam proses pidana.

Ketua LSM Konsumen Cerdas Hukum (KCH) Maria mengatakan, surat yang sudah dikirim ke Jaksa Agung merupakan bagian dari dukungannya terhadap misi Kejaksaan (poin 5) yaitu pempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi dan tata kelola Kejaksaan Republik Indonesia yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

BERITA TERKAIT :
Warning KPK Untuk Pejabat, BUMN & BUMD, Yang Terima Bingkisan Lebaran Bisa Dipenjara
4 Kali Dipanggil Mangkir, Tim Penyidik Samperin Rumah Saksi Dugaan Kasus Gratifikasi Ketua DPC PDIP

"Kita berharap visi dan misi Kejaksaan RI menjadi lembaga penegak hukum yang profesional, proporsional dan akuntabel itu tidak hanya sebagai slogan belaka atau seremoni yang sering kita temukan atau terpampang disetiap kantor Kejaksaan,” katanya, Jumat (18/6/2021).

Maria menegaskan, kasus mantan Sesjamdatun CA yang berkolaborasi dengan markus NR sudah terang benderang adanya dugaan gratifikasi, sehingga tidak ada alasan bagi Kejagung untuk tidak memproses pidana terhadap oknum Kejaksaan itu.

“Kita ingin lembaga Adhyaksa terjaga dari perbuatan tercela dari oknum-oknum yang dapat merusak kepercayaan masyarakat sebagai lembaga penegakkan hukum di mana tempat masyarakat mendapatkan keadilan,” katanya.

Perilaku, oknum mantan Sesjamdatun, CA itu, sudah mencoreng lembaga Adhyaksa dan melanggar doktrin Kejaksaan yang termaktub pada Tri Krama Adhyaksa yakni, Wicaksana yaitu, bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku, khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangannya.

“Alat bukti lengkap dengan 2 orang saksi atau lebih, bukti surat, bukti petunjuk, tinggal Kejaksaan periksa ahli, bahkan keterangan terdakwa atau pelaku sudah ada. Bahkan, NR sudah ngaku terima uang Rp550 juta dalam bentuk 100 dollar Amerika didepan Sesjamwas Kejagung ketika dikonfrontir,” ucap Maria.

Dari Rp550 juta itu, sambung Maria, Rp50 jutanya diterima NR melalui transfer ke rekening BCA atas nama Sheilla Ariestia Edina, terkait urusan penangguhan penahanan yang perkaranya tengah ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur yang ternyata tidak diurus, atau tidak terbukti alias bohong.

“Alat bukti lengkap dan tindakan pidana ada, pelaku ada. Apakah Jaksa Agung benar-benar tegas mau bersihkan institusi Kejaksaan atau cuma pencitraan saja? Kita buktikan, silahkan masyarakat memantau perkembangannya dan menilai sendiri,” tuturnya.

Dukungan itu juga datang dari LQ Indonesia Law Firm yang bersedia menjadi saksi fakta dan menyerahkan semua alat bukti apabila Kejaksaan Agung RI serius mau proses secara pidana dugaan gratifikasi sebagai deterrence effect atau efek jera terhadap para oknum Jaksa nakal yang merusak nama baik Kejaksaan.

“Coba Jaksa Agung simak, Kapuspenkum ketika ditanya apakah pencopotan terkait mafia kasus, dijawab ‘sesuai yang beredar’, lalu tunggu apalagi Jaksa Agung, pemimpin tertinggi Kejaksaan mengetahui adanya gratifikasi didepan matanya, tapi hanya dicopot saja?. Lalu apa gunanya UU Tipikor?,” ucap Maria menyindir.

Maria menambahkan, apakah, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) hanya berlaku kepada pelaku diluar Kejaksaan yang bertentangan dengan prinsip Equality Before The Law yakni, semua sama dimata hukum dan tidak pandang bulu.