RN - Firli Bahuri bisa bernafas lega. Ketua KPK ini dinyatakan tidak terkait atas laporan Novel Baswedan cs.
Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah merampungkan pemeriksaan terhadap laporan tuduhan menambahkan pasal terkait tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Dari fakta itu sehingga tidak benar, dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan Saudara Firli Bahuri dalam rapat tanggal 25 Januari 2021," kata anggota Dewas Harjono dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (23/7/2021).
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
Harjono menilai dugaan pelanggaran yang dilaporkan tersebut memang tidak cukup bukti untuk dilanjutkan ke persidangan. Dugaan itu mengacu pada nilai integritas Pasal 4 ayat 1 huruf a Perdewas Nomor 2 Tahun 2020.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sebagaimana dilaporkan melanggar nilai integritas Pasal 4 ayat 1 huruf a Perdewas Nomor 2 Tahun 2020 tidak cukup bukti," ujar Harjono.
Harjono menjelaskan materi laporan tersebut terkait Firli Bahuri menambahkan pasal pada rapat pimpinan 25 Januari 2021 itu sebelum dibawa ke Kemenkumham. Sehingga laporan Novel Baswedan dkk tidak bisa dilanjurkan.
"Penambahan pasal dari Saudara Firli Bahuri, Ketua KPK, dalam rapat pimpinan tanggal 25 Januari 2021 terkait pelaksanaan TWK ke dalam draf perkom alih status sebelum dibawa ke Kemenkumham untuk rapat harmonisasi," katanya.
Adapun pertimbangan itu disebutkan bahwa adanya penyusunan perkom terkait TWK yang dihadiri oleh seluruh pimpinan KPK dan pejabat struktural. Rumusan perkom itu disusun oleh Biro Hukum dan Biro SDM.
Ketentuan mengenai TWK itu telah tercantum dalam Pasal 5 ayat 4 draf Perkom Nomor 01 Tahun 2021 tanggal 21 Januari yang dikirimkan oleh Sekjen melalui Nota Dinas Nomor: 44/HK.02.00/50-55/01/2021 tanggal 21 Januari 2021. Lalu disetujui oleh seluruh pimpinan secara kolektif kolegial dalam lembar disposisi pimpinan nomor: LD-162/02.intern/01/2021 tanggal 21 Januari 2021 yang selanjutnya disempurnakan dalam rapat pimpinan tanggal 25 Januari 2021.
Harjono menegaskan TWK diusulkan pertama kali oleh BKN pada tanggal 9 Oktober 2020. Harjono menyebut BKN memang yang tetap meminta diadakannya asesmen wawasan kebangsaan sebagai alat ukur pegawai KPK menjadi ASN.
"Ketentuan mengenai tes wawasan kebangsaan merupakan masukan dari BKN yang pertama kali disampaikan dalam rapat tanggal 9 Oktober 2020 serta dalam rapat harmonisasi KemenPAN-RB dan BKN yang meminta tetap ada asesmen wawasan kebangsaan untuk mengukur syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN mengenai setia pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintahan yang sah dan tidak setuju pemenuhan syarat tersebut hanya dengan menandatangani surat pernyataan saja," katanya.
Sebelumnya, Dewas KPK menolak laporan Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK lainnya yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) terkait adanya dugaan pelanggar kode etik yang dilakukan pimpinan KPK. Dewas menilai laporan itu tidak cukup bukti.
"Berdasarkan pertimbangan yang sudah diuraikan, Dewas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan seluruh dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang dilakukan oleh pimpinan KPK tidak cukup bukti, sehingga tidak memenuhi syarat dilanjutkan ke sidang etik," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat konferensi pers, Jumat (23/7).