Jumat,  19 April 2024

Sidang Putusan Sengketa Gedung DPD Golkar Kota Bekasi Ditunda, Ketua Majelis Hakim Sakit

YD/DIS
Sidang Putusan Sengketa Gedung DPD Golkar Kota Bekasi Ditunda, Ketua Majelis Hakim Sakit

RN - Dalam agenda Sidang pembacaan putusan Perkara Perdata No.47/Pid.B/2021/PN Bks, antara penggugat DPD II PG Kota/Kab. Bekasi melawan tergugat Drs. Andi Iswato Salim pada Selasa (12/10/2021) terpaksa ditunda karena Ketua Majelis Hakim katanya sedang sakit.

Dalam sidang agenda penyampaian kesimpulan dua pekan sebelumnya, Selasa (28/09/2021), Majelis Hakim yang di Ketuai Ranto Indra Karta Pasaribu, SH. MH dibantu Hakim Anggota, Rahman Rajagukguk, SH. MH, dan Abdul Rofiq, SH. MH menetapkan sidang pembacaan putusan, Selasa (12/10/2021). Namun karena Ketua Majelis katanya sakit, terpaksa diundur dua pekan kedepan, yakni Selasa (26/10/2021).

Informasi yang didapat, Hakim Ranto Indra Karta Pasaribu sempat datang ke PN Bekasi Kota sekitar pukul 8.30 WIB, tetapi tak berselang lama dia tampak meninggalkan PN Bekasi tersebut. Ketika sidang digelar sekitar pukul 14.00 WIB, diketahui Ketua Majelis Hakim, Ranto Indra Karta Pasaribu yang sejak pagi pergi meninggalkan gedung PN ternyata sedang sakit.

BERITA TERKAIT :
Gibran Gak Ada Ruginya, Usai Kampanye Jabat Wali Kota Lagi 
Gibran Sesumbar Menang Satu Putaran, Ajak Pendukungnya Senyum Aja

Pada Sidang penyerahan kesimpulan dua pekan sebelumnya, tergugat Drs. Andi Iswanto Salim melalui kuasa hukumnya, Mangalaban Silaban, SH. MH, Nembang Saragi, SH dari Kantor Hukum Mangalaban & Rekan dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa gugatan penggugat dalam perkara aquo nyata-nyata Nebis  In Idem dengan tiga (3) perkara yang telah diputus majelis hakim sebelumnya.

Ketiga perkara tersebut menurut Kuasa Hukum tergugat, Mangalaban Silaban adalah perkara nomor: 558/Pdt/Plw/2015/PN. Bks, perkara nomor:59/PDT/2017/PT.BDG, perkara nomor:105/Pdt.G/2019/PN. Bks yang objek dan subjeknya adalah perkara nomor: 41/Pdt.G/2015/PN.Bks yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).

Tergugat dalam kesimpulan yang disampaikan kepada Majelis Hakim dalam sidang terbuka untuk umum, Selasa (28/09/2021) menyebut: Berdasarkan UU dan peraturan yang berlaku, serta yurisprudensi, perjanjian kesepakatan bersama yang dikukuhkan melalui putusan perdamaian, seketika putusan diucapkan hakim, maka seketika itu juga memiliki kekuatan hukum tetap layaknya putusan biasa, mengikat dan final, mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna serta mempunyai kekuatan eksekutorial.

Hal itu menurut tergugat dalam kesimpulannya, diatur dalam:

Pasal 1858 KUH Perdata yang berbunyi: segala perdamaian diantara pihak yang bersangkutan mempunyai suatu kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat penghabisan.

Pasal 195 HIR, menentukan bahwa salah satu pihak tidak mentaati atau melaksanakan pemenuhan yang ditentukan dalam perjanjian secara sukarela, pihak yang dirugikan dapat meminta eksekusi kepada pengadilan.

Pasal 130 ayat (2) HIR berbunyi, Akta perdamaian memiliki kekuatan sama seperti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan terhadapnya tidak dapat diajukan banding maupun kasasi, karena telah berkekuatan hukum tetap. Akta perdamaian tersebut langsung memiliki kekuatan eksekutorial.

Pasal 130 ayat (3) HIR menjelaskan, Akta perdamaian tidak dapat dimintakan banding. Dengan kata lain tertutup upaya hukum banding dan kasasi terhadap putusan perdamaian.

Putusan MA RI Nomor:975/K/Sip/1973, Jo putusan MA RI Nomor:1038/K/Sip/1973 memberi pranata hukum bahwa berdasarkan Pasal 154 RBG.130 HIR putusan perdamaian (Akta Van Vergelijk) merupakan suatu putusan yang tertinggi, tidak ada upaya hukum banding dan kasasi terhadapnya.

Maka, karena putusan perkara Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks ini disamakan dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, tergugat dalam perkara a quo (Nomor:47/Pdt.G/2021/PN.Bks) telah berulangkali melakukan teguran hukum/somasi terhadap penggugat agar berkenan secara sukarela melaksanakan putusan perkara nomor: 41/Pdt.G/2015/PN. Bks tertanggal 22 Juni 2015 tersebut, namun penggugat tidak mentaati.

Tergugat dalam kesimpulannnya menyebut, telah berulangkali mengajukan permohonan eksekusi, pertama, tanggal 6 Agustus 2020 yang dijadikan bukti T-6 berupa kwitansi SKUMNomor:4474/SKUM/12/2020 untuk biaya panjar eksekusi No.34/Eks.G/2020/PN.Bks Jo. No. 41/Pdt.G/2015/PN. Bks.

Pengadilan ujar tergugat dalam kesimpulannya, telah mengirimkan surat teguran  (Aanmaning) dengan relas pemanggilan  penggugat (termohon eksekusi) Nomor: 34/Eks.G/2020PN. Bks Jo. No. 41/Pdt.G/2015/PN. Bks  Jo Nomor: 558/Pdt/Plw/2015/PN. Bks, Jo perkara Nomor:59/PDT/2017/PT.BDG, Jo perkara Nomor:105/Pdt.G/2019/PN. Bks pada tanggal 19 Januari 2021 dan tanggal 1 Maret 2021, akan tetapi tidak diindahkan penggugat.

Menurut tergugat, hingga pemeriksaan perkara Nomor:47/Pdt.G/2021/PN.Bks berlangsung, proses hukum permohonan EKSEKUSI atas amar putusan perkara Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks tersebut masih melekat dan masih dalam proses akan dilakukan upaya paksa.

Maka berdasarkan hal-hal tersebut diatas, tergugat dalam kesimpulannya menyebut, cukup beralasan menyatakan gugatan para penggugat (DPD II PG Kota/Kab. Bekasi) ditolak, atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.

Dalam Eksepsi Menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat diterima. Menghukum para penggugat membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.

Dalam Pokok Perkara:

Menolak gugatan para penggugat untuk seluruhnya.

Menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara.

Untuk diketahui, bunyi perdamaian yang tertuang dalam Akta Van Dading Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks, yang hendak dibatalkan penggugat melalui perkara Nomor:47/Pdt.G/2021/PN. Bks adalah: Pihak pertama (DPD II PG Kota/Kab. Bekasi) mengembalikan uang pihak kedua (Drs. Andi Iswanto Salim) sebesar 4 x lipat jumlah uang yang telah diterima pihak pertama dari pihak kedua tahun 2004, yakni: 4 x Rp.1.065.000.000,- = Rp.4.260.000.000,- dan kepada pihak ketiga sebesar 3 x lipat jumlah uang yang telah diterima pihak pertama dari pihak ketiga tahun 2004, yakni: 3 x Rp.1.370.000.000,- = Rp.4.110.000.000,-.

Akta Van Dading berdasarkan kesepakatan berbunyi, bila mana pihak pertama (DPD II PG Kota dan Kab. Bekasi) lalai atau tidak melunasi kewajibannya membayar sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 point (a) dan poin (b) putusan tersebut, maka pihak pertama berkewajiban membayar denda atas keterlambatan kepada pihak kedua dan pihak ketiga sebesar satu persen (1%) per hari dari jumlah keseluruhan kewajiban pembayaran terhitung lewat waktu atau jatuh temponya pembayaran tanggal 30 Juni 2015  sampai kewajiban pihak pertama dibayar lunas.

Konon, terhadap kesepakatan damai yang dituangkan kedalam Akta Van Dading Nomor: 41/Pdt.G/2015/PN. Bks tersebut, pihak pertama (DPD II PG Kota dan Kabupaten Bekasi) telah berulangkali mengajukan gugatan. Tiga gugatan yang diajukan oleh Majelis Hakim PN Bekasi dinyatakan Nebis In Idem dan yang ke-4 kali adalah perkara nomor: 47/Pdt.G/2021/PN. Bks yang telah memasuki agenda kesimpulan.

"Mantan Ketua DPD Partai Golkar Kota Bekasi terlihat seperti sengaja melalui kuasa hukumnya mengugat beberapa kali meskipun sudah inkraah berkali-kali,  dengan harapan mengulur waktu. Menurut saya, tindakan ini malah menyandera kepentingan Partai Golkar Kota Bekasi, sangat merugikan Partai pada umumnya, terbukti sampe sekarang malah tidak ada status domisili kantor DPD yang jelas, sebab di Gedung yang berperkara ini sudah di gembok dan di kunci," cetus salah seorang Kader Golkar yang meminta agar namanya tidak disebutkan.