RN - Korupsi merupakan kejahatan luar biasa, bentuk extraordinary crime. Dalam pemberantasan terhadap kejahatan ini maka diperlukan tindakan yang bersifat luar biasa.
Sebagai extraordinary crime ini sejalan dengan Penjelasan Umum UU KPK menyatakan tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa.
Dalam pemberantasan terhadap kejahatan ini maka diperlukan tindakan yang bersifat luar biasa. Tindakan luar biasa yang dimaksud salah satunya adalah dengan melakukan OTT yang dilakukan Penyidik KPK. Maraknya penangkapan akhir-akhir ini yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikenal dengan istilah Operasi Tangkap Tangan (OTT) menimbulkan polemik apakah sah atau tidak sah.
BERITA TERKAIT :Scott McTominay Bahagia Tinggalkan Setan Merah
Radu Dragusin Dilirik Mantan
Menyikapi kasus mantan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi atau yang akrab disapa Pepen dalam terjaring OTT oleh KPK, salah seorang Pengacara Pepen mengatakan bahwa OTT KPK terhadap Rahmat Effendi adalah Prematur, Direktur Pusat Studi Hukum dan Advokasi Bhagasasi (PSHB) Bekasi, Jeni Basauli, SH, MH menanggapi hal tersebut menurutnya adalah bentuk kesesatan berpikir yang agak parah.
"OTT KPK di anggap Prematur, menurut saya itu bentuk kesesatan berpikir yang agak parah. Saya hanya kasihan saja mendengar itu yang telah disampaikan oleh seorang Pengacara Walikota. Kalau bentuk dari sebuah pendapat menurut saya itu sah sah saja disampaikan, hanya hemat saya tidak perlu disampaikan di ranah publik apalagi saat konpers yang seakan-akan sedang menggiring opini bahwa KPK Prematur dalam menetapkan Pasal-pasal sangkaan kepada Pepen. Mau OTT kah, Gratifikasi atau Suap, itu semua jelas ada alat bukti di lapangan dan Pepen masuk unsur PMH-nya, san saya yakini bahwa KPK bekerja telah sesuai dengan azas dan norma Hukum yang berlaku," tegas Jeni kepada radarnonstop.co, Sabtu (15/1/2022).
Jeni Basauli menjelaskan, benar bahwa KUHAP tidak mengenal istilah Operasi Tangkap namun terdapat istilah Tertangkap Tangan dan Penangkapan, yaitu pada Pasal 1 butir 19 KUHAP yang berbunyi tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu:
1. Sedang melakukan tindak pidana;
2. Dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan;
3. Sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya; atau
4. Apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
"Namun, apapun yang dilakukan Pepen jelas unsurnya sebab itu dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif. Karena dari semua yang tertangkap tangan terlihat mulai dari level atas sampe level paling bawah ada terlibat dalamnya. Apalagi saat ini kereka sudah memakai Rompi Orange," papar Jeni.
Yang saya lihat lebih jauh, Jeni menambahkan, ini baru kasus pembebasan tanah untuk Polder Air TA 2020 dan 2021, saya himbau KPK agar menyidik pembebasan tanah untuk Polder Air TA 2016, TA 2017, TA 2018.
"Terkait lelang jabatan pada level Eselon IV, III dan II juga pengadaan TKK di Pemerintahan Kota Bekasi ini sudah sangat terstruktur, sistemik dan masif. Ini harus betul-betul didalami sebab info dikalangan internal ASN bahwa peredaran uang yang di hasilkan puluhan milyar rupiah. Inilah PMH yang dilakukan Walikota Bekasi non aktif Pepen, betul-betul kejahatan luar biasa yang harus di usut tuntas oleh KPK," dan apabila terbukti atas apa yang di sangkakan pelaku wajib di miskinkan terang Jeni mengakhiri.