Kamis,  25 April 2024

KPK Crass Program Memberantas Korupsi

YDH/DIS
KPK Crass Program Memberantas Korupsi

RN - Tiga Kepala Daerah dan jajarannya awal tahun pembuaka 2022 terseret Operasi Tangkap Tangan suatu prestasi yang luar biasa bila dinilai dari  kegiatannya, namun dinilai dari tujuan pembentukan lembaga ini  kita melihat korupsi tambah menggila seakan tidak habis habisnya korupsi di Indonesia.

Penilaian hasil kajian kami ada beberapa sisi kelamahan lembaga ini mengapa efek jera terhahafap korupsi ini belum dirasakan oleh para pelaku. Beberapa kelemahan itu adalah :
1. Ketidak beranian dari jaksa Tipikor untuk menggunakan Pasal yang sudah disiapkan oleh UU. Dkduga dan Patut diduga ada permainan antara Penyidik, Jaksa dan Hakim Tipikor. Sehingga putusan hakim belum maksimal.

2. Adanya keistimewaan terhadap tahanan Pelaku Tindak Pidana Korupsi didalam tahanan fasilitas yang lengkap.

BERITA TERKAIT :
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, KPK Udah Ribut Soal Makan Siang Gratis 
Bupati Sidoarjo Pakai Jurus Sakit, KPK Gak Percaya Alasan Gus Muhdlor?

3. Majelis Hakim tidak mencabut Hak Politik para terpidana Koruptor yang pada umumnya para Koruptor itu adalah para Politisi. Sehingga masih berkeliaran di partai karena masih mepunyai aset hasil korupsi.

4. Tidak adanya sanksi kepada partai yqng masih memberdayakan bekas Terpidana Korupsi, sering dijadikan kader potensial didalam Partai.

Oleh karena itu selana 4 ( empat ) poin diatas tidak dibenahi oleh Pemerintah saya tidak percaya Korupsi akan berhasil diberantas.

Disamping 4 (empat) poin diatas Kementerian Aparatur Negara dan Kemendagri juga harus mengevaluasi aparaturnya, pacta integritaa yang didiwajibkan kepada para pejabat hanyalah sebuah konsep yang indah sekali, tetapi roh Pacta Integritas tersebut belum merubah mental Aparatur Sipil Negara, faktor pengawasan yang belum maksimal dan para pengawas yang saya duga dan patut diduga  juga belum mempunyai Integritas yang memadai. Jadi memberantas korupsi di negeri ini masih serba tanggung.

Disamping 4 ( empat ) poin diatas KPK juga perlu berbenah 5 ( lima ) Deputi yang ada di KPK sebenarnya tidak perlu tugasnya seperti itu, demikian juga 3 ( tiga ) pendekatan dalam memberantas korupsi tidak perku seperti itu yang dilakukan secara  Holistik  Integral sistemik dan sustainable. Pendejatan - pendekatan dengan pendidikan masyarakat, perbaikan system menutup ruang² kesempatan utk korupsi, dan pendekatan penindakan.
Sementara beberapa pendekatan diatas sudah merupakan konsep Yugas Pokok lembaga lain sehingga ada kesan upaya membebtuk mindset masyarakat agar tidak korupsi dilakukan beberapa lembaga.

KPK itu Tupoksinya sesuaikan saja dengan judul lembaganya Komisi Pemberantasan Korupsi. Siala korupsi tangkap jafi lembaga yang mempunyai kewibawaan dan yang ditakuti. Kalau tugas - tugas sosialisasi anti korupsi sudah cukup banyak bahkan para Kepala Daerah isi Kampanyenya hampir semua ingin memberantas korupsi ternyata yang melakukan korupsi itu adalah mereka juga.

Bapak Presiden Jokowidodo  bila perlu merubah kelembagaan KPK tetapi memakai consultan asing dari negara negara tetangga atau negara yang sudah bebas korupsi kenungkinan Indonesia baru bebas. Kalau terlalu banyak kerja KPK dengan teori pendekatan pendekatan sosialisasi bukannya terberantas korupsi malah para pelakunya mencari teori - teori pembenaran untuk berbuat korupsi. 

Jadi saran kami dari lembaga bantuan hukum Aura Keadilan adalah sbb :

1. Susunlah program percepatan (crass Program) Pemberantasan Korupsi, 

2. Dipandang perlu merekrut Hakim - hakim Tipikor yang muda muda  hasil seleksi MA 2021 dan Jaksa Tipikor yang muda - muda  juga hasil seleksi Jaksa Agung 2021, 

3. Tupoksi KPK cukup Pemberantasan Korupsi.

4. Bentuk beberapa Deputi yang fungsinya semua Penindakan disebarluaskan menangani beberapa lembaga di Indonesia yang dianggap rawan korupsi.

5. Pembagian tugas lembaga Penegak hukum lainnya harus jelas. Korupsi tugas siapa, Kolusi tugas siapa dan Nepotisme tugas siapa.

Dengan demikian saya pikir 2024 pemberantasan  korupsi di Indonesia akan maksimal. Sudahlah Pak Ketua Mahkamah Agung para Hakim yang ada sekarang  didayagunakan saja ke Pengadilan di kabupaten, kabupaten terpencil jangan melihat pangkat karena semua hakim adalah jabatan fungsional. Kita darurat Korupsi perlu fungsi Hakim dimaksimalkan.

Penulis, Ferry L Gaol, SH, MH, Praktisi Hukum yang juga selaku Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Aura Keadilan.