RN - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas bisa dibui. Ucapannya soal membandingkan suara azan dan gonggongan anjing menjadi kontroversi.
Menag dituding membuat gaduh dan ngawur. Yaqut dinilai melakukan pelanggaran Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Atau bisa dijerat dengan Pasal 156a KUHP Tentang Penistaan Agama.
Yang pertama melaporkan adalah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Roy Suryo. Sayangnya, laporan Roy ke Polda Metro Jaya ditolak.
BERITA TERKAIT :Nasaruddin Umar Diminta DPR Benahi Masalah Haji, Jangan Sampai Ada Jual Beli Kuota
Menag Yaqut Mangkir, Pakai Alasan Ada Tugas Negara
Roy menyatakan pihak kepolisian telah memberi penjelasan bahwa ada beberapa pertimbangan hingga laporan ditolak.
Salah satunya terkait locus delicti atau lokasi kejadian, yang mana Yaqut menyampaikan pernyataan itu bukan di Jakarta, melainkan di Pekanbaru.
Roy pun disarankan untuk melaporkan peristiwa itu ke Polda Riau. Namun, kata Roy, hal itu tak dilakukannya dengan pertimbangan ada pihak lain yang akan membuat laporan di sana.
Roy menyebut pihak Polda Metro Jaya juga menyarankan dirinya untuk membuat laporan tersebut ke Bareskrim Polri. Terkait saran ini, kata Roy, pihaknya masih mencoba mempertimbangkan, karena dia menduga hasilnya juga akan sama dengan laporan di Polda Metro Jaya.
Sebagai informasi, Menag Yaqut Cholil Quomas dalam sebuah wawancara di Pekanbaru Riau sempat meminta agar volume suara Toa masjid dan musala diatur maksimal 100 dB (desibel). Selain itu, waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.
Yaqut kemudian mencontohkan suara-suara lain yang dapat menimbulkan gangguan. Salah satunya suara gonggongan anjing.
"Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan.Speakerdi musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu," tuturnya.
Kementerian Agama melalui Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi, Thobib Al Asyhar juga telah mengklarifikasi bahwa Yaqut sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara gonggongan anjing.
Begitu juga dengan Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi. Politisi PPP ini meyakini pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tak memiliki niatan untuk membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing.
Hal tersebut diyakini Zainut setelah menyimak pernyataan Yaqut secara lengkap dan utuh.
"Setelah saya menyimak pernyataan beliau secara lengkap dan utuh, saya hakulyakin Pak Menteri Agama tidak ada niatan untuk membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing," ujar Zainut.
Kata dia pernyataan Yaqut hanya ingin memberikan pemahaman dengan tujuan agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat.
Bikin Gaduh
Ketua Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI), Chandra Purna Irawan memberi ultimatum kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Ia menegaskan pejabat publik harus lebih mengontrol ucapan agar tidak bikin gaduh.
Ia mengatakan demikian, menyusul pernyataan Menag Yaqut yang membandingkan suara azan dengan suara anjing.
"Pejabat Pemerintah dalam hal ini Menteri Agama dalam memberikan pernyataan untuk mengontrol atau memilah diksi yang baik agar tidak menimbulkan gejolak dan menjaga ketertiban ditengah masyarakat," katanya dikutip dari Populis.id pada Kamis (24/02/2022).
Menurutnya, pernyataan Menag patut diduga mengarah pada menghina dan mencela keyakinan agama.
Karena, kata dia, bagi umat Islam, azan merupakan bentuk pengagungan kebesaran Allah SWT dan ajakan shalat yang begitu mulia.
"Membandingkannya dengan suara anjing yang menggonggong tidaklah sepadan. Apabila perbandingan tersebut disampaikan ke diri sendiri, atau internal terbatas tidak akan menimbulkan masalah," paparnya.
"Tapi, ketika diucapkan di depan publik, maka berpotensi masuk dalam rumusan Pasal 156a KUHP yakni terkait adanya dugaan penistaan, pelecehan suatu keyakinan ajaran agama," pungkasnya.
Bahkan, menurutnya, pernyataan Menag dapat memenuhi unsur 156a KUHP yang juga pernah menjerat mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Menurut saya berpotensi memenuhi unsur 156a KUHP sebagaimana pasal yang menjerat Ahok," tandasnya.