RN - Usai memeriksa Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi terkait kasus dugaan korupsi Formula E. KPK dimungkinkan untuk memanggil dan meminta keterangan dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
"Oh iya, kemungkinan besar iya. Ketua DPRD sudah dipanggil dan diperiksa. Kemungkinan siapapun bisa diperiksa, diminta keterangan termasuk Anies, cuma waktunya. Ini masalah waktu aja," tegas Sugiyanto, Kamis (24/3/2022).
Kalau ini dipandang perlu oleh penyidik lembaga antirasuah maka tinggal menunggu waktu yang tepat. Dan jika melihat penjelasan yang disampaikan oleh Ketua DPRD Prasetyo Edy Marsudi saat diperiksa beberapa waktu lalu oleh KPK, maka selayaknya Anies juga harus ikut dimintai keterangan.
BERITA TERKAIT :Dongkrak PAD, Anggota DPRD Kota Bekasi: Kepala OPD Harus Memastikan Kinerja Perangkatnya
Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu: Pakuwon Harus Beri Kompensasi Jalan
“Kan Ketua DPRD juga menyarankan agar Anies segera dipanggil dan juga dimintai keterangan," sebutnya.
Dia berharap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus Formula E ini bisa mempertanggungjawabkan dan ditindaklanjuti prosesnya. Selain itu, ia meminta KPK lembih serius untuk terus mendalami berbagai penyimpangan yang terjadi.
"Apalagi hasil audit BPK sudah gamblang, sudah terlihat. Yang dikejar KPK kan bukti penyimpangannya, kerugian negara dan sebagainya," bebernya.
Terkait koordinasi dengan BPK, Sugiyanto mengatakan sebenarnya KPK tanpa meminta, dan jika membutuhkan maka bisa meminta audit investigasi.
"Tapi tanpa itu kan KPK sudah bisa melakukan action. Ini kan sudah terang benderang, sudah gamblang. Tinggal KPK nya aja," jelasnya.
Sugiyanto memastikan dalam kasus Formula E jelas melanggar dan diduga ada penyalahgunaan wewenang.
“Karena hutang itu nggak ada payung hukumnya. Dia hutang tanggal 21 Agustus 2019. Jadi itu sepertinya sudah pidana itu, nggak ada payung hukumnya minjem itu. Dasarnya apa itu minjem? Itu artinya penyalahgunaan wewenang," paparnya.
Sugiyanto membeberkan kejanggalan disaat APBD yang baru disahkan di DPRD menjadi persetujuan bersama atau APBD-P 2019 pada tanggal 22 Agustus 2019. Dan baru persetujuan bersama, antara Gubernur dan DPRD untuk melakukan perubahan APBD 2019.
"Itu belum payung hukum. Tiba-tiba kok sebelum itu Gubernur Anies membuat instruksi untuk pinjam kan, tanggal 21 Agustus. Kalau nggak salah itu cair juga kok, cairnya segera kayaknya, cepat. Itu belum ada payung hukum, itu melanggar. Ini yang pertama,” bebernya.
Yang kedua, kata dia, APBD yang disahkan tanggal 22 Agustus 2019 itu masih persetujuan bersama, belum menjadi Perda. Sebab, kata dia, Payung hukumnya adalah Perda.
"Nah, APBD Persetujuan bersama itu masih bisa berubah, karena itu harus disampaikan ke Mendagri. Kalau pembahasan Formula E, walau sudah dibahas tapi ada kemungkinan dicoret di Mendagri karena masih dalam proses. Nah dia baru menjadi Perda pada 24 September 2019," tambahnya.
Setelah jadi Perda baru bisa jadi payung hukum. Nah, baru bisa pinjam, kemana, dasarnya sudah ada. Istilahnya penyalahgunaan wewenang, perbuatan melawan hukum soal pinjam duit itu. Krusial banget itu, penting sekali," tutur Sugiyanto lagi.
Masih kata Sugiyanto, potensi persoalan Formula E akan semakin rumit, pasca Anies lengser pada 16 oktober 2022. Dirinya melihat penyelenggaraan Formula E terlalu dipaksakan pada 4 juni 2022 mendatang.
Selain itu biaya komitmen fee untuk tiga tahun penyelenggaraan yakni 2022, 2023 dan 2024 telah dibayar lunas oleh Pemprof DKI senilai 560 miliar rupiah.
"Yah permasalahannya akan semakin rumit pasca Anies lengser, sebab tahun 2023 dan 2024 melampaui masa tugas Anies yang berakhir pada 2022. Sedangkan tahun itu telah berganti pada Gubernur baru," pungkasnya.