Jumat,  19 April 2024

Mafia Tanah Masih Berkeliaran, Biangnya Oknum Kades, Haruskah Dihapus?

Tori
Mafia Tanah Masih Berkeliaran, Biangnya Oknum Kades, Haruskah Dihapus?
Ilustrasi mafia tanah/Freepik

RN - Praktik mafia tanah di Indonesia seperti tidak memiliki cerita akhir. Saat ini perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di berbagai wilayah turut disoroti banyak kalangan yang mencemaskan hal tersebut akan dijadikan peluang memuluskan praktik mafia tanah.

Komunikolog politik nasional Tamil Selvan berpendapat, praktik mafia tanah sulit hilang dari bumi Nunsatara selama akar musababnya dibiarkan. 

"Di beberapa diskusi saya pernah sampaikan kabupaten itu sudah tidak relevan, tapi bukan berarti dihilangkan," ujar Ketua Forum Politik Indonesia ini. 

BERITA TERKAIT :
AHY Teriak Mafia Tanah, Fraksi Demokrat DPRD DKI Denger Ya...
AHY Ungkap Mafia Tanah Banyuwangi 17 Miliar, Di Jakarta Kapan Digarap? 

Menurut dia, mekanisme pemilihan kepala desa seyogyanya tidak secara langsung alias dipilih rakyat. Kepala desa justru hemat Tamil. disetarakan statusnya seperti kelurahan yang dipimpin oleh PNS. 

Ada beberapa hal yang menjadi landasan pemikiran pakar komunikasi politik ini. 

Pertama, di beberapa tempat yang menjadi target kepentingan korporasi, para oknum kepala desa lebih berpihak kepada korporasi dari pada kepada masyarakat setempat. Bahkan sampai menjadi perwakilan korporasi untuk membeli tanah-tanah warga dengan harga murah.

Kedua, karena sistem pemilihan langsung masih sangat pragmatis, banyak oknum kepala desa dibiayai oleh korporasi dalam pemilihannya. Hanya saja, begitu menjabat, tugasnya adalah memuluskan kepentingan korporasi.

"Jadi pengkondisian korporasi kepada oknum Kepala Desa ini sangat kental, bahkan mengkondisikan agar mereka terpilih. Setelah menjabat tentu harus balas budi, dengan iming-iming pembagian hasil yang juga mengiurkan," beber Tamil yang beberapa kali mengadvokasi kasus tanah warga yang diserobot mafia tanah. 

Selain itu, lanjut pengamat yang akrab disapa Kang Tamil ini, jika desa dipimpin oleh PNS maka ikatan kerjanya tidak akan selesai dalam lima tahun, namun sepanjang karirnya. Menurut dia, seorang PNS tentunya akan berfikir panjang untuk melakukan tindakan yang merugikan masyarakat.

"Kalau PNS akan lebih sulit dikondisikan oleh oknum korporasi, karena dalam hitungan hari pejabatnya bisa di otasi, sehingga kecil sekali kemungkinan bermain. Walaupun tentu tidak ada yang mustahil," tuturnya. 

Lantas bagaimana peran kabupaten? Kang Tamil mengatakan, kabupaten tetap ada karena karena kesenjangan masyarakat desa dan masyarakat kota masih perlu pembinaan lebih detil, seperti pengunaan dana desa. Namun yang harus diperhatikan serisu adalah penggunaan dana desa sebesar-besarnya digunakan untuk peningkatan keterampilan warga dan bukan infrastruktur.

Kang Tamill optimistis dengan menghilangkan sistem pemilihan langsung di tingkat desa atau Pilkades akan mereduksi praktik mafia tanah dengan cukup signifikan.

"Saya yakin dengan dijabatnya kepala desa oleh PNS setara lurah, maka praktik mafia tanah di Indonesia akan berkurang drastis. Nah, pandangan saya ini pasti diserang banyak pihak, karena menganggu stabilitas mereka, tapi ngak apa-apa, kita bersuara untuk kemaslahatan masyarakat luas," tutupnya.