RN - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sepanjang tahun 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan tak banyak membongkar korupsi elite di sektor politik.
"Yang dituntut oleh KPK mayoritas itu dari ranah swasta ada 31 orang, legislatif ada 27 orang. Ini penurunan dibanding dengan tahun sebelumnya," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam diskusi virtual di kanal YouTube Sahabat ICW, Minggu (22/5/2022).
Periode tahun 2018-2019, jelas Kurnia, KPK berhasil menuntut sebanyak 96. Sedangkan di tahun 2020-2021 hanya 89 orang. "Kalau kita klaster lagi menjadi lebih detail, anggota DPR pada tahun 2021, maka mayoritas adalah DRPD tingkat 1 dan 2, yaitu tingkat provinsi maupun tingkat kota/kabupaten yang DPR RI hanya satu orang," paparnya.
BERITA TERKAIT :Duit Fee Proyek Jatah Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Di Dalam Kardus
Duit Hasil Potongan ASN Sidoarjo Buat Payar Pajak Oleh-Oleh Eks Bupati
Kurnia menilai hal itu memberi sinyal bahwa KPK tidak banyak masuk sebenarnya dalam membongkar korupsi sektor politik yang dilakukan oleh elite-elite.
Sementara, lanjut Kurnia, Kejaksaan kebanyakan hanya menindak perangkat desa sepanjang 2021.
Berdasarkan data yang dihimpun, Kejaksaan sepanjang 2021 telah menuntut sedikitnya 363 perangkat desa dan kalangan swasta.
Data tersebut menunjukkan bahwa Kejaksaan tak banyak menangani kasus korupsi yang diduga menyeret sejumlah elite politik tahun lalu.
"Dari sini Kejaksaan belum banyak menangani perkara korupsi di wilayah politik. Padahal kewenangan Kejaksaan dan KPK itu sama karena menggunakan hukum material undang-undang tindak pidana korupsi," sambungnya.
Meski demikian, ICW mengapresiasi langkah Kejaksaan yang berhasil mendakwa 13 korporasi dalam kasus korupsi.
"Ini jauh melampaui dari KPK, ini mereka memanfaatkan peraturan Mahkamah Agung soal hukum acara menggunakan atau mendakwah korporasi sebagai terdakwa," pungkas Kurnia.