RN - Setelah mengantongi cukup bukti. LD (Notaris) dan MTT (mafia pengadaan tanah) akhirnya ditetapkan menjadi tersangka.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI menetapkan LD dan MTT sebagai tersangka dugaan korupsi pembebasan lahan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur.
“Adapun penetapan kedua tersangka tersebut dilakukan setelah dikantongi bukti permulaan yang cukup,” ujar Kasipenkum Kejati DKI, Ashari Syam di Jakarta, Selasa (14/6).
BERITA TERKAIT :Wow, AHY Klaim Kinerjanya Kinclong Babat Mafia Tanah
Raih Penghargaan dari Pemprov Jakarta, Bank DKI Apresiasi Kinerja Kejati DKI Jakarta
LD ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-58/M.1/Fd.1/06/2022 tanggal 13 Juni 2022.
“Sedangkan MTT ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-59/M.1/Fd.1/06/2022 tanggal 13 Juni 2022,” papar Ashari.
Adapun kasus korupsi pembebasan lahan tersebut berawal pada 2018 lalu. Saat itu, Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta telah membebaskan lahan yang terletak di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur. Pembebasan lahan seolah dilakukan untuk pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di DKI. “Ada delapan pemilik lahan yang dibebaskan guna kepentingan RTH itu,” ucap Ashari.
Namun dalam pelaksanannya, kata Ashari, pembebasan lahan tersebut tidak didukung Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah, Peta Informasi Rencana Kota dari Dinas Tata Kota, Permohonan Informasi Asset kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) dan persetujuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
“Bahwa dalam proses pembebasan lahan tersebut terdapat kerjasama antara tersangka LD, tersangka MTT dan pihak lainnya sehingga lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, dapat dibebaskan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta,” kata dia.
Dijelaskan, tersangka LD bersama-sama dengan pihak lainnya telah melakukan pengaturan dan atau pembentukan harga terhadap delapan pemilik atas sembilan bidang tanah di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur.
“Pemilik lahan yang seharusnya hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp.1.600.000,- per meter namun berdasarkan peran masing-masing tersangka, Dinas Kehutanan dan Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan uang rata-rata sebesar Rp.2.700.000,- per meter,” papar Ashari.
“Total uang yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI adalah sebesar Rp 46.499.550.000, sedangkan total uang yang diterima oleh pemilik lahan hanya sebesar Rp. 28.729.340.317, sehingga sisa uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati para tersangka dan pihak lainnya sebesar Rp17.770.209.683,” sambung Ashari.
Uang tersebut, lanjut dia, kemudian dibagikan kepada sejumlah pihak, termasuk kepada pihak Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta dan pihak lainnya melalui tersangka MTT.
“Bahwa dalam proses pembebasan lahan di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung Jakarta Timur menyalahi ketentuan Pasal 45, Pasal 55 Peraturan Gubernur Nomor 82 tahun 2017 tentang Pedoman pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum terkait rencana pengadaan,” lanjut Ashari menambahkan.
Atas perbuatannya, LD disangka melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 13 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan MTT disangka melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 11, Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.