Jumat,  22 November 2024

Dulu Dijajah Belanda dan Jepang, Sekarang Oligarki

Tori
 Dulu Dijajah Belanda dan Jepang, Sekarang Oligarki
R. Baskoro Hutagalung/Net

TAK sengaja saya awalnya selintas menonton film jadul Si Pitung, seorang tokoh jawara legendaris asal Betawi yang diperankan aktor senior Dicky Zulkarnain.

Dalam film yang kala itu hanya bisa kita tonton di rumah “orang kaya” yang punya TV dan video, diceritakan bagaimana penindasan bangsa “kumpeni” dari asal kata “commpany” perusahaan atau VOC (kongsi dagang) asal Belanda kalau tak salah, menperlakukan bangsa kita dengan semena-mena.  Pajak yang tinggi, intimidasi dan penyiksaan, penangkapan, bahkan sampai pembunuhan bagi siapa saja yang melawan.

Belum lagi perampasan tanah, sawah, dan ladang secara paksa milik rakyat untuk kepentingan orang kaya yang didukung tentara dan polisi Belanda. Dimana orang kaya tersebut diperagakan oleh Babah Akong dari warga keturunan China yang pelit, serakah dan sombong.

BERITA TERKAIT :
27 Ribu Aplikasi Milik Pemerintah Bikin Jebol Rp 6,2 Triliun, Jokowi Tuding Cuma Orentasi Proyek
Tahun 2024, Pemerintah Kucurkan BOSP Rp57 Triliun, Bukti Kepedulian Jokowi Terhadap Pendidikan

Dalam film tersebut juga digambarkan bagaimana, para Demang, bangsawan, centeng, polisi blondo ireng alias polisi dari pribumi, menjadi budak-budak pesuruh penjajah Belanda. Yang mau saja diperalat untuk menyiksa dan membunuhi masyarakat pribumi saudara setanah airnya. Demi uang, pekerjaan dan jabatan.

Tidak puas sampai di situ, saya terus browsing film-film lain, apakah itu Jaka Sembung, Lebak Membara, Jaka Gledek, Serangan Umum 1 Maret,  Janur Kuning, hingga film kolosal G-30 S/PKI.

Tidak puas juga, saya searching lagi film-film sejarah dokumenter dan berita-berita jadul baik yang berbahasa asing dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Hal apa yang membuat saya tiba-tiba begitu tertarik untuk menonton itu semua? Meski itu kadang hanya film fiksi, dan ada skenarionya ?

Walaupun sebagian itu adalah film fiksi, namun saya yakin, inspirasi dari cerita dalam film tersebut adalah gambaran nyata dari masa lalu bangsa nusantara ini. Bahwa selama 350 tahun atau ada juga yang berpendapat hanya 50 tahun, bangsa ini dijajah bangsa Eropa dan Jepang. Secara bergantian.

Makanya untuk mempertahankan objektivitas, saya juga imbangi dan tonton juga film dokumenter dan file berita-berita jadul tentang sejarah Indonesia yang independent.

Kesimpulan yang saya dapat dari puluhan film dan file dokumenter yang saya dapatkan tentang nasib bangsa ini adalah:

Pertama, hilangnya fungsi negara saat ini dalam melindungi segenap tumpah darah Indonesia sesuai amanah pembukaan UUD 1945. Karena, sudah tak terhitung sumber daya alam bangsa ini dijarah dan dikelola asing. Belum lagi perlindungan negara, khususnya pemerintahan hari ini terhadap kehormatan dan hak asasi rakyatnya juga sudah bergeser jauh. 

Pemerintah yang seharusnya menjadi Bapak untuk semua golongan masyarakat, sekarang menjadi “Pemerintahan Fasis”, yang memisahkan dan mendiskriminasi mana yang masyarakat kelompok pro penguasa dan yang oposisi.

Kedua. Kembali terjadi perampasan hak, penindasan, intimidasi, pajak yang tinggi dari pemerintah terhadap rakyatnya hari ini. Ribuan konflik agraria antara pemerintah dengan rakyatnya termasuk tanah adat dan ulayat.

Tak terhitung terjadi jumlah penggusuran paksa, ganti rugi murah, serta persekusi terhadap masyarakat yang mempertahankan hak tanahnya. Seperti tragedi tanah di Wadas Jawa Tengah, tanah adat di Kalimantan, banyak lagi kalau mau disebutkan. Di mana rakyat dipaksa dengan kekuatan aparat keamanan bersenjata menyerahkan hak tanahnya yang dikelola turun temurun dengan peluh keringat.

Ketiga, kembali terjadi apa yang namanya pengkhianatan, manusia munafik, yaitu, orang-orang yang mau menjual harga diri dan jabatannya demi melayani dan jadi budak penguasa.

Para TNI/Polri tidak lagi jadi aparat negara, tetapi menjadi aparat pemerintah. Bahkan ada yanng dengan bangganya menyatakan 'siap loyal tegak lurus loyal pada pemerintah'. Padahal itu jelas bertentangan dengan konstitusi dan sumpah prajuritnya.

Keempat, hilangnya makna kedaulatan ada di tangan rakyat. Di mana saat ini, kedaulatan atas negara ada di tangan tiga kelompok yaitu: cukong, aparat, dan partai politik.

Rakyat yang berjuang mempertaruhkan jiwa raganya agar bangsa ini merdeka, justru saat ini menjadi masyarakat “kelas kedua”. Semua lini dikuasai oleh tiga elemen tadi. 

Padahal, tiga elemen ini tidak ada dalam konstitusi, tidak ada dalam sejarah bangsa ini apa jasa dan konstribusinya. Tapi faktanya hari ini adalah mereka bertiga yang menguasai, menjarah, mengendalikan negara ini.

Kelima, tidak ada lagi yang namanya penghormatan terhadap kearifan lokal, terhadap agama, ulama dan tokoh. Padahal, peran agama, ulama dan tokoh adalah sumber energi kekuatan rakyat, yang membimbing masyarakat, untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Tapi justru saat ini, agama dan ulama malah dicaci-maki, dipenjarakan dan dianggap musuh negara.

Ada kesamaan nasib dan sejarah antara kisah dan cerita yang ada dalam sekuel film dan dokumenter yang saya tonton itu dengan nasib bangsa kita hari ini.

Namun yang membedakannya adalah:  Kalau dulu yang menjajah, menjalankan pemerintahan adalah bangsa Belanda. Hukum yang dipakai hukum Belanda, dengan azas konkordansi masyarakar pribumi hanya menjadi masyarakat kelas terbawah.

Pejabat tinggi pemerintahannya pun orang Belanda. Komandan polisi dan bahasanya pun menggunakan bahasa Belanda.

Namun hari ini yang menjadikan kita miris adalah  segenap pemerintahannya, pejabatnya, hukumnya, bahasa, bendera dan konstitusinya adalah sudah milik bangsa Indonesia sendiri. Sudah atas nama hak bangsa Indonesia itu sendiri.

Tetapi kenapa perlakuan, nasib, dan penindasan atas hak, ketidakadilan hukum, serta penjarahan atas sumber kekayaan alam bangsa ini hampir sama persis dengan zaman penjajahan Belanda?

Kalau dulu yang menjadi masyarakat kelas atas adalah orang Belanda, timur jauh (bangsawan), baru pribumi. Sekarang yang jadi masyarakat kelas adalah cukong, aparat negara, dan orang partai politik. Di luar itu masyarakat pribumi hanyalah masyarakat kelas bawah.

Kalau dulu hasil kekayaan alam dan pajak bangsa ini untuk pemerintahan Belanda. Kalau saat ini, hanya secuil untuk negara sisanya untuk mereka keruk dan bagi bersama/sama kelompoknya.

Kalau dulu penjajah itu adalah bangsa Belanda? Kalau saat ini penjajah itu adalah oligarki. Yaitu sekelompok kecil manusia yang menguasai sekelompok manusia besar lainnya. Di mana mereka itu terdiri dari para cukong, politisi, dan pejabat (aparat).

Artinya, era neo colonializm itu kembali terjadi terhadap bangsa Indonesia. Yaitu, penjajahan gaya baru, dengan infrastruktur baru, dengan “bohir” baru. Yaitu, penjajahan oleh kelompok oligarki.

Kelompok oligarki inilah yang menghisap, menjarah, menguasai, dan mengendalikan seluruh sumber daya nasional bangsa kita hari ini.

Big Bossnya adalah cukong, Ki Demang-nya adalah para birokrat dan politisi, sedangkan untuk centeng dan “blondo irengnya” adalah aparat keamanan dan para BuzzerRp penjilat.

Masih belum sadarkah kita? Bahwa bangsa kita hari ini sedang dijajah Oligharki ??

Mohon tanyakan pada rumput yang bergoyang. Merdeka!

 

R. Baskoro Hutagalung
Aktivis Forum Diaspora Indonesia tinggal di Perth Australia.