Senin,  25 November 2024

Nangis Karena Kena Fitnah, Catat Ya Tangisan Ade Yasin Bukan Air Mata Buaya

RN/NS
Nangis Karena Kena Fitnah, Catat Ya Tangisan Ade Yasin Bukan Air Mata Buaya
Ade Yasin saat sidang di Pengadilan Tipikor Bandung.

RN - Bupati nonaktif Bogor, Ade Yasin menangis. Dia terisak-isak karena merasa difitnah terlibat suap saat memberikan keterangan sebagai terdakwa dalam sidang dugaan suap auditor BPK di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Senin (5/9).

Tangisan Ade ini bukanlah air mata buaya. Sebab, dari awal kasus penangkapan Ade sudah aneh dan janggal.

Apalagi, semua saksi menyebut kalau Ade tidak bersalah. Begitu juga dengan terdakwa Ihsan yang mengakui, kalau dia telah mencatut nama Ade untuk mencari duit guna kepentingan menyuap BPK.

BERITA TERKAIT :
Sebut OTT KPK Kampungan, Resiko Politisi Lokal Jadi Anggota DPR
Sekda Bengkulu Jadi Pengepul Duit Hasil Pemerasan ke Honorer, Rohidin Mersyah Mirip Drakula?

"Pakai hati nuraninya Pak. Saya diborgol untuk kesalahan yang saya tidak tahu," ucapnya dengan terisak-isak saat menjawab sejumlah pertanyaan dari Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ucapan Ade Yasin dengan nada meninggi itu lantas disambut sorakan suara dukungan dari peserta sidang, beberapa peserta di antaranya bahkan ikut terisak mengusap air mata.

Meski begitu, ia mengaku lega karena puluhan saksi yang dihadirkan oleh KPK di persidangan tak ada satupun yang menyatakan bahwa dirinya terlibat dalam dugaan pengondisian laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Bogor untuk mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

"Semua sudah mengaku saksi tidak ada satupun mengatakan saya terlibat. Saya difitnah. Lalu cari apa lagi Bu? Saya di sini mencari keadilan, saya di sini mencari kebenaran, tolong. Kalau saya menjawab tolong didengar juga," kata Ade Yasin.

Menurutnya, dakwaan KPK yang menyebutkan bahwa Pemkab Bogor mengondisikan WTP agar mendapatkan dana insentif daerah (DID) tidak tidak berdasar. Pasalnya, anggaran kelebihan pendapatan pajak Kabupaten Bogor angkanya jauh lebih besar.

"Saya itu tidak punya kepentingan Pak dengan WTP, kami itu overtarget, tahun 2020 dan 2021 itu overtarget. Jadi tidak perlu lagi WTP, DID. Itu di luar kewenangan saya, karena DID saya tidak perlu lagi, karena overtarget," tuturnya.

Ade Yasin juga menjelaskan bahwa penjemputan dirinya pada 27 April 2022 dini hari oleh petugas KPK bukan merupakan operasi tangkap tangan (OTT). Dirinya diminta memberikan keterangan sebagai saksi atas penangkapan anak buahnya.

Awalnya, ia tak menduga bahwa sekitar sembilan orang dengan menggunakan empat mobil yang datang ke rumah dinasnya adalah KPK, sehingga dirinya menghubungi Kapolres serta Dandim setempat untuk meminta pendampingan.

"Saya sudah menangkap anak buah ibu, ibu diminta untuk datang ke sana. Apa tidak bisa pagi? Tidak bisa, kami nunggu 24 jam. Tidak apa-apa Bu ini hanya dimintai keterangan. Mereka tidak membuat surat keterangan apapun," beber Ade Yasin saat menceritakan peristiwa penjemputan dirinya.

Kemudian, Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin menyarankan agar Ade Yasin ikut anggota KPK saat itu juga dengan alasan memenuhi prosedur.

"Pak Kapolres bilang tidak apa-apa Bu ikut saja. Di situ penyidik KPK saur dulu bawa makanan sendiri, saya tidak sempat saur. Setelah mereka saur saya berangkat," ujar Ade Yasin.

Setelah tiba di Kantor KPK, Ade Yasin mengaku heran ditetapkan sebagai tersangka tanpa dua alat bukti yang cukup.

"Kata penyidik, ini sudah ada pernyataan dari yang lain. Saya tidak nyangka juga dijadikan tersangka. Tiba-tiba disodorkan rompi. Saya nanya, dijadikan tersangka buktinya mana. Saya minta dua alat bukti itu tidak ada. Uang yang ada di situ pun bukan dari saya," paparnya.

Sidang yang dipimpin oleh ketua hakim Hera Kartininsih ini menghadirkan empat orang terdakwa, yaitu Ade Yasin, Kasubid Kasda BPKAD Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas PUPR Adam Maulana, serta PPK Dinas PUPR Rizki Tufik Hidayat.

Keempatnya hadir secara tatap muka untuk diperiksa sebagai terdakwa sekaligus saksi.