Jumat,  19 April 2024

Sebut Jokowi Ingkar Janji, Solusi BBM Gak Naik Segera Pajak Sawit Bikin Tinggi

RN/NS
Sebut Jokowi Ingkar Janji, Solusi BBM Gak Naik Segera Pajak Sawit Bikin Tinggi

RN - Pengusaha sawit ibarat mendapatkan duren runtuh. Untuk itulah, pajak sawit harusnya dinaikan hingga 25-30 persen.

Jika pajak sawit naik maka kenaikan harga BBM bisa dicegah. Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, ada solusi jangka pendek dan panjang untuk mencegah anggaran subsidi BBM bengkak lebih besar dari saat ini.

Faisal menyebut sejak awal pemerintah tidak memiliki manajemen yang baik dalam mengelola anggaran. Desain APBN dinilainya tidak ideal, sebab dana lebih banyak untuk pembangunan infrastruktur yang sebetulnya bisa ditunda.

BERITA TERKAIT :
Perkebunan Sawit Masalah, Pejabat KLHK Digarap Kejagung
Lahan Sawit Dikuasai Segelintir Orang, Aktivis Teriak Langsung Ditangkap

Solusi jangka pendek agar subsidi BBM tak bengkak lebih besar, ia menyarankan pemerintah menarik pajak yang lebih tinggi dari pengusaha batu bara. Apalagi, sektor ini mendapat pemasukan yang begitu besar dengan lonjakan harga di pasar global.

"Sektor batu bara dipajakin saja 25 persen minimum. Toh mereka tanpa usaha apa-apa dapat durian runtuh (lonjakan harga komoditas)," ujarnya dalam diskusi virtual bersama CNNIndonesia.com, Jumat (9/9) malam.

Menurutnya, pungutan di sektor batu bara memang harus lebih tinggi dari tarif pungutan ekspor kelapa sawit (CPO), yang saat ini digratiskan sampai akhir Oktober 2022. Di sektor CPO, kata Faisal, ada petani yang akan terlindungi dengan pembebasan tarif.

"Di batu bara ini tidak ada petani. Isinya yang besar-besar semua. Jadi pemilik tambang batu bara ini harus dikenakan lebih besar (pungutan ekspor nya)," ujarnya.

Solusi jangka pendek lainnya, ia mendesak pemerintah untuk menghapus subsidi untuk BBM Pertamax. Jadi, subsidi cukup hanya untuk Pertalite dan solar.

Faisal juga menyarankan pemerintah untuk menunda sementara pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), dan pembangunan jalan tol yang saat ini sedang jor-joran dilakukan. Menurutnya, pembangunan ini tak akan dinikmati langsung oleh masyarakat miskin.

Justru pembangunan ini, kata Faisal, menambah beban negara yang akan mengurangi belanja untuk kebutuhan lain, seperti bantuan yang langsung menyasar masyarakat miskin.

"Perut rakyat nggak bisa menunggu tiga sampai empat tahun. IKN bisa ditunda. Bekukan pembangunan IKN 2 tahun kan bisa, nggak akan runtuh negara," jelasnya.

Lebih lanjut, Faisal menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingkar janji terkait pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang awalnya menyatakan tak akan memakai uang negara. Menurutnya, pemerintah seharusnya berusaha mencari sumber lain selain APBN.

"Kereta cepat (KCJB) janji enggak dibiayai APBN, cari cara lain dong. BUMN-BUMN itu jangan dimanja," katanya.

Sementara untuk solusi jangka panjang, Faisal meminta pemerintah memperbaiki tata kelola penyaluran BBM. Ia mendorong pemerintah memperbaiki data agar BBM subsidi tepat sasaran.

Ia juga meminta pemerintah mulai menyimpan cadangan BBM. Artinya, saat harga normal sisihkan pendapatan negara untuk membeli dan menyimpan sebagai stok minyak.

Dengan demikian, maka saat terjadi lonjakan harga Indonesia tak perlu khawatir, impor bisa dikurangi karena memiliki cadangan atau stok yang cukup.

"Ini sudah pernah disampaikan sejak awal pemerintah Jokowi. Jadi saat setiap harga minyak normal dibeli saja. Jadi ditabung. Itu pernah disarankan tapi ditolak. Padahal kalau dilakukan, pemerintah sudah 6 tahun ini, stok sudah banyak. Jadi saat harga (minyak) naik, pemerintah tak perlu menaikkan harga hingga 30 persen. Soalnya 30 persen itu berat bagi rakyat," ujarnya.