RN - Seorang hakim agung terjaring operasi tangkap tangan yang digelar tim KPK pada Rabu (21/9/2022) malam. Hal ini membuat sedih pimpinan lembaga antirasuah.
"KPK bersedih harus menangkap hakim agung. Kasus korupsi di lembaga peradilan ini sangat menyedihkan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (22/9/2022).
KPK sangat prihatin dan berharap penangkapan tersebut menjadi yang terakhir terhadap insan hukum. "Mengingat artinya dunia peradilan dan hukum kita yang semestinya berdasar bukti, tetapi masih tercemari uang. Para penegak hukum yang diharapkan menjadi pilar keadilan bagi bangsa, ternyata menjualnya dengan uang," ujar Ghufron.
BERITA TERKAIT :Serangan Fajar Di Bengkulu Rp 50 Ribu, Di Jakarta Berapa Nih?
Sebut OTT KPK Kampungan, Resiko Politisi Lokal Jadi Anggota DPR
Padahal, kata Ghufron, KPK sebelumnya juga telah memberikan penguatan integritas di lingkungan MA. Baik kepada hakim dan pejabat strukturalnya.
"Harapannya tidak ada lagi korupsi di MA. KPK berharap ada pembenahan yang mendasar, jangan hanya 'kucing-kucingan'. Berhenti sejenak ketika ada penangkapan, namun kembali kambuh setelah agak lama," tambah Ghufron.
Penangkapan hakim agung ini merupakan sejarah baru bagi
KPK mencetak sejarah baru dengan OTT ini. Pasalnya, yang pernah terjerat kasus di KPK sebelumnya adalah Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi. Nurhadi saat itu terjerat kasus suap sejumlah Rp45,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT).
Selain Nurhadi, KPK pernah menangkap Pejabat Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto. Andri saat itu terjerat kasus suap dagang perkara.
Adapun dua hakim yang pernah terjaring OTT yakni, Patrialis Akbar dan Akil Mochtar. Keduanya bukan hakim agung, melainkan dari Mahkamah Konstitusi.
Bersama hakim agung turut ditangkap beberapa pihak atas dugaan suap pengurusan perkara di MA.
Selain itu, KPK turut mengamankan barang bukti sejumlah uang dalam pecahan mata uang asing dari OTT tersebut yang hingga saat ini masih dikonfirmasi kepada para pihak yang ditangkap. Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status dari pihak-pihak yang telah ditangkap itu.