RN - Aksi demo para kepala desa atau kades mendapat isu negatif. Selain membuat macet, aspirasi para Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) di depan Gedung DPR dituding tidak alami.
Diduga ada pihak yang dinilai menggerakkan kepala desa untuk ikut terjun dalam pemenangan salah satu partai atau pemenangan Pilpres 2024.
"Gerakan itu tidak alamiah sama sekali. Bohong kalau alamiah. Intinya ada operatornya," kata Pengamat politik dari Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago dikutip dari sindonews.com, Rabu (25/1/2023).
BERITA TERKAIT :Gubernur Baru Jakarta Dapat Anggaran Rp 91 Triliun
Pokir DPRD Kota Bekasi Jangan Jadi Alat Tutup Mulut
Menurutnya, ada pihak tertentu yang menggerakkan perangkat desa untuk kepentingan politik praktis. "Itu jelas untuk kemenangan salah satu partai atau untuk pilpres. Persamaan kepentingannya juga ada," ujarnya.
Soal itu, pihak PPDI belum memberikan klarifikasi. PPDI membawa sejumlah tuntutan dalam aksi unjuk rasa mereka di depan kompleks parlemen, Rabu (25/1).
Tuntutan itu tak berkaitan dengan wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) menjadi sembilan tahun dalam satu periode. Wacana itu sebelumnya dibawa dalam aksi unjuk rasa para kepala desa di lokasi yang sama pada 17 Januari lalu.
Aksi kali ini diikuti para perangkat desa yang tergabung dalam PPDI. Mereka merupakan para perangkat desa yang berasal sejumlah daerah di Indonesia.
Perangkat desa adalah unsur staf yang membantu kepala desa dalam penyusunan kebijakan. Dalam aksinya, mereka membawa sejumlah tuntutan terkait status mereka dan masa jabatan mereka.
Lagi Dikaji
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan akan mengkaji usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (Kades), dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Jika hasil kajian menunjukkan ada banyak efek positifnya, pemerintah bakal menyetujui usulan tersebut.
"Kami kaji dulu positifnya apa, negatifnya apa. Kalau banyak positifnya ya kenapa tidak?" kata Tito kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/1/2023).
"Tapi kalau banyak mudaratnya, ya mungkin tetap di posisi undang-undang sekarang, yakni masa jabatan enam tahun dengan maksimal tiga periode. Total 18 tahun, kan lama juga itu," imbuhnya.
Tito mengatakan, pengkajian bakal dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh yang memahami persoalan desa. Para pegiat desa juga akan dilibatkan.
Tito menambahkan, saat ini DPR sudah berencana untuk mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Jika revisi dilaksanakan, Kemendagri bakal menyampaikan hasil kajian terkait masa jabatan sembilan tahun itu.
Kemarin, Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang menyatakan bahwa Komisi II sudah mengusulkan revisi UU Desa kepada Badan Legislasi (Baleg) untuk menjadi usul inisiatif DPR. Kendati begitu, dia menegaskan bahwa revisi ini tidak serta akan memperpanjang masa jabatan kades. Perpanjangan masa jabatan itu akan diputuskan dalam proses pembahasan revisi.