RN - Rencana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memungut pajak fasilitas kantor membuat karyawan pasrah.
"Mau ngomong keras tar ditangkap, ya terserah lo ajalah, oh ya kasus Rafael gimana tuh," terang Erwin karyawan di kawasan Semanggi, Jakpus saat ditemui wartawan, Kamis (11/05).
Inke, karyawan swasta yang kantornya di kawasan SCBD menyatakan, pajak fasilitas kantor aneh. "Nanti buat beli Robicon dan harley lagi," keluh ibu dua anak ini.
BERITA TERKAIT :KFC Jebol Rp 557 Miliar Dan PHK Ribuan Karyawan, Apakah Dampak Boikot?
Pengusaha Sawit Digeber, Nusron Teriak Anggaran Bocor 300 Triliun
Seperti diberitakan, kasus Pejabat Ditjen Pajak Eselon III Rafael Alun viral dan saat ini sudah menjadi tersangka terkait hartanya. Selain itu sempat viral juga kasus pejabat DJP yang memiliki klub motor gede atau besar seperti Harley.
Tapi klub Belasting Rijder atau komunitas motor gede (moge) itu sudah disuruh bubar oleh Menkeu Sri Mulyani. Melalui akun Instagram resmi pribadinya (@smindrawati), ia memerintahkan agar komunitas moge Belasting Rijder DJP dibubarkan.
Diketahui, DJP Kemenkeu akan menerbitkan aturan pajak natuna pada Juni 2023. Secara prinsip, pajak natura atau pajak kenikmatan adalah objek pajak penghasilan yang bersumber dari fasilitas yang diberikan perusahaan ke karyawan.
Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan saat ini direktorat sudah melakukan finalisasi dan tinggal menunggu harmonisasi dengan peraturan yang lain di Kementerian Hukum dan HAM.
"Natura pada prinsipnya sudah finalisasi, ini tinggal harmonisasi. Mudah-mudahan selesai jadi tinggal ditunggu saja sebulan lagi, mudah-mudahan satu ke depan sudah bisa diterbitkan," ujarnya saat webinar, Kamis (11/5/2023).
Sementara itu Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo menambahkan penerapan pajak natura berhubungan dengan nilai kepantasan yang diterima karyawan dari perusahaan.
“Pajak natura ini masih dalam progres tapi esensinya threshold (batasannya) ini kepantasan. Esensi pentingnya seperti yang dulu sampaikan, jenisnya jelas, basic pasti tidak, alat kerja pasti tidak,” ucapnya.
Secara jenisnya, ada natura yang merupakan penghasilan dan bukan penghasilan. Dia memastikan fasilitas alat kerja yang diterima karyawan tidak akan dikenakan pajak natura.
"Natura ini kan ada yang memberi dan menerima. Jenisnya sudah ada , alat kerja tidak akan dikenakan (pajak natura) tapi ada semacam batasan," pungkasnya.
Menurut Suryo PP 55/2022 yang terbit pada 20 Desember 2022 ini merupakan aturan turunan dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Maka itu, ketentuan pajak penghasilan dalam undang-undang tersebut berlaku sejak tahun pajak 2022.
"Pajak natura sebagai biaya bagi pemberi dan penghasilan bagi penerima telah diatur dalam UU HPP dan berlaku mulai tahun pajak 2022," ucapnya.
Menurut dia penghasilan nontunai tersebut harus dihitung sendiri oleh wajib pajak. Kemudian dibayarkan paling lambat saat jatuh tempo penyampaian surat pemberitahuan tahunan pada 31 Maret 2023.
Meski begitu, dia menilai ketentuan terkait natura dan kenikmatan pada PP 55/2022 lebih banyak mengatur tata cara pemotongan PPh atas natura dan kenikmatan itu sendiri.
"Pemotongan terhadap pajak atas natura tidak dilakukan selama 2022 dan akan dilakukan setelah peraturan menteri keuangan diterbitkan agar pelaksanaannya berjalan dengan baik," ucapnya.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menambahkan nantinya pemerintah akan mengatur jenis natura yang masuk dalam objek pajak. Artinya, masih ada sejumlah natura yang dikecualikan sebagai objek pajak.
"Itu nanti kita atur mana yang termasuk bagian natura, mana yang tidak. Nanti ada PP batasan dan jenis tertentu akan diatur," ucapnya.
Dalam UU HPP, sudah diatur lima jenis natura yang dikecualikan dari objek pajak. Pertama, penyedia makan/minum, bahan makanan/minuman bagi seluruh pegawai.
Kedua, natura di daerah tertentu yakni daerah yang memiliki potensi ekonomi tetapi tergolong sulit dijangkau menggunakan alat transportasi. Ketiga, natura karena keharusan pekerjaan. Keempat, natura yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes. Kelima, natura dengan jenis dan batasan tertentu.